Lantunan nada yang berisik terlontar dari telefon genggam, membangunkan saya di pagi hari Kamis, 20 Oktober 2011. Saya pun melompat bangun dan bergegas mempersiapkan bekal makan siang. Lalu, saya memberikan nametag Trip Observasi (TO) 2011 kepada pembantu untuk disetrika, dengan harapan laminating lembaran identitas tersebut dapat bertahan lama.
Patut diakui pagi itu merupakan pagi yang rusuh. Tergesa-gesa, saya mandi dan sholat Subuh. Beberapa saat kemudian tibalah saya di SMA Labschool Kebayoran dengan sarapan setangkup roti. Setelah bertugas menjadi wakil siswi untuk penyematan nametag di APEL keberangkatan, saya bersama Dasa Eka Cakra Bayangkara, kakak-kakak peserta TO, kakak-kakak OSIS MPK, serta guru dan pegawai sekolah meluncur ke Purwakarta. Dapat terlihatlah nuansa biru kaos TO 2011 yang dikenakan para pesertanya.
Patut diakui pagi itu merupakan pagi yang rusuh. Tergesa-gesa, saya mandi dan sholat Subuh. Beberapa saat kemudian tibalah saya di SMA Labschool Kebayoran dengan sarapan setangkup roti. Setelah bertugas menjadi wakil siswi untuk penyematan nametag di APEL keberangkatan, saya bersama Dasa Eka Cakra Bayangkara, kakak-kakak peserta TO, kakak-kakak OSIS MPK, serta guru dan pegawai sekolah meluncur ke Purwakarta. Dapat terlihatlah nuansa biru kaos TO 2011 yang dikenakan para pesertanya.
Kurang lebih 3 jam kemudian, saya sudah berjalan di atas pematang sawah Kampung Parakan Ceuri, Kecamatan Kiarapedes, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Kampung inilah yang merupakan tempat tinggal saya dan semua yang mengikuti acara TO 2011 di 4 hari mendatang. Jujur, dengan berjalan dalam kondisi seperti ini saya menyadari bahwa saya tidak berbakat dalam berjalan cepat di atas pematang sawah. Bahkan tongkat angkatan yang saya bawa pun tidak banyak membantu.
Namun kesulitan pasti ada akhirnya, dan dengan susah payah saya pun berhasil melalui perjalanan panjang melewati sawah dengan bantuan dari berbagai pihak. Setelah APEL penyambutan dan penyerahan peserta TO 2011 kepada orangtua asuh, saya bersama kelompok disambut oleh Pak Jamang, yang merupakan ayah asuh kami.
Saya merupakan salah satu anggota dari kelompok 20 TO 2011 yang bernama Si Patokaan. Kelompok ini diketuai oleh seorang teman yang akrab dipanggil Abon, dan memiliki 6 anggota lain yang terdiri dari Anne, Dahlia, Avi, Fadlan, Tatar, dan Ujang. Kami dibimbing oleh Bu Noer dan 2 kakak PDP, yakni kak Widya dan kak Kybe.
Kelompok 20, beserta kakak PDP dan guru pembimbingnya diantar ke rumah Pak Jamang. Kami disambut oleh Bu Oneng, ibu asuh kami, serta anaknya Tita. Keluarga yang baik hati ini juga telah mempersiapkan berbagai macam kerupuk dan teh hangat. Rumah yang mereka miliki sangatlah sederhana. Tetapi bahkan sampai di akhir acara TO 2011, saya tidak menemukan rumah lain yang lebih nyaman dan bersahabat dari rumah keluarga Pak Jamang.
Kembali pada malam sebelum TO 2011 dimulai, saya sudah merasa sedikit demam. Namun saya tidak menyerah dan mundur dari ikut serta dalam acara penting ini. Sangat disayangkan, penyakit tersebut semakin parah pada hari pertama saya di Kampung Parakan Ceuri.
Meskipun kondisi saya cukup membaik di keesokan harinya, tidak berarti saya sudah sehat sepenuhnya. Konyolnya, saya memaksakan diri untuk ikut lari pagi. Pergilah saya dan sebagian teman-teman sekelompok ke lapangan. Pemanasan berjalan lancar, dan lari pagi pun dimulai. Kami berlari melewati turunan curam. Cuaca waktu itu sangatlah sejuk, tetapi bagi saya dinginnya terlampau menusuk. Pada akhirnya saya berhenti di tengah jalan dan menyerah.
Beberapa kakak OSIS MPK menghampiri saya, dan memutuskan untuk menyuruh saya berjalan kembali ke lapangan tempat pemanasan tadi dilaksanakan. Dengan perlahan pun saya menapaki kembali jalur yang sudah saya tempuh. Baru saya sadari, rupanya jarak jalur tersebut cukup jauh.
Berpapasanlah saya dengan beberapa guru yang berjalan santai dengan rute lari pagi peserta TO 2011. Salah satu di antaranya menegur saya karena memaksakan kehendak untuk lari. Kemudian saya lanjutkan lagi perjalanan saya sembari memikirkan kesalahan yang telah saya perbuat.
Saya sampai dengan selamat di lapangan. Setelah menunggu sesaat, saya berjalan kembali ke rumah keluarga Pak Jamang yang juga merupakan rumah sementara saya selama 4 hari. Kemudian saya mencoba menyembuhkan diri dengan mengkonsumsi obat-obatan dan madu yang saya bawa dari Jakarta.
Sembari memulihkan diri, saya bersama teman-teman sekelompok berjuang mengerjakan presentasi makalah PDP. Tak dapat pula kami lupakan bala bantuan dari Bu Noer dan kakak-kakak PDP sampai tugas ini selesai tepat pada waktunya.
Saatnya pun tiba untuk kami berpresentasi. Hasil persetujuan para ketua kelompok memaksa kami untuk tampil pada giliran pertama. Bu Riri sekali lagi menjadi guru penilai kami, karena beliau jugalah yang menempati kedudukan tersebut saat kami mempresentasikan proposal di Pra-TO. Dan kedua presentasi kami pun berjalan cukup lancar.
Hari ini terasa sangat panjang, karena banyak momen tak terlupakan di dalamnya. Salah satu dari momen-momen itu adalah memberikan surat cinta kepada salah satu kakak OSIS Agramanggala Kartapradhana. Dibanding kelompok lain, pita hijau kelompok saya belum terlalu banyak sehingga saya memutuskan untuk melaksanakan tugas tradisi TO ini secepatnya.
Awalnya saya mau menyerahkan surat saya yang tergulung di dalam botol kaca saat kegiatan Lintas Budaya berlangsung, tetapi salah satu kakak PDP saya menganjurkan untuk melakukannya di panggung saat Pentas Seni di malam hari. Saya pun menuruti perkataannya, dan memberi tahu rencana saya kepada salah satu kakak OSIS seksi kesenian sebelum acara Pentas Seni dimulai.
Tentu saja saya merasa gugup. Namun saya tidak dapat mengubah pikiran lagi, karena keputusan awal saya sudah diberitahukan kepada kakak penanggung jawab acara malam itu. Mungkin karena gelisah, saya akhirnya sempat tertidur sebentar saat menikmati Pentas Seni. Namun terbangunlah saya sesaat sebelum dipanggil ke panggung. Saya pun memberanikan diri, dan beberapa menit kemudian selesailah tugas saya dalam memberikan serta membacakan surat cinta kepada kakak OSIS yang saya pilih.
Hari kedua saya ditutup dengan menjaga vendel, yakni menara tongkat kelompok. Seharusnya saya melaksanakan tugas ini di hari pertama, tetapi karena kondisi yang tidak cukup sehat akhirnya saya diizinkan beristirahat saja. Menurut jadwal acara, malam kedua merupakan malam terakhir menjaga vendel. Saya tidak ingin menyelesaikan TO 2011 tanpa mengalami kegiatan yang saya anggap menarik ini, sehingga saya bersukarela bersama Dahlia dan Avi.
Ditemani dengan secangkir susu jahe dan kacang pilus, kami bertiga pun berhasil menjaga vendel sampai pukul 12 malam lebih. Ditengah tugas, kami dihadapi dengan kakak-kakak OSIS yang memeriksa kekokohan vendel kami dan memberikan sinar senter warna-warni. Kami menjawab sinar-sinar tersebut, dan hasilnya pun tidak terlalu buruk.
Tak terasa sudah cukup lama kami berada di Kampung Parakan Ceuri. Hari ketiga saya dimulai dengan suara riuh ayam-ayam berkokok, seperti pagi-pagi sebelumnya sehingga saya sudah cukup terbiasa dengan hal tersebut. Namun patut diakui, di kampung inilah saya pertama kali dibangunkan oleh sekumpulan ayam setiap pagi. Unggas-unggas pengganti jam weker tersebut memang merupakan hewan peliharaan keluarga Pak Jamang.
Hari ini penuh dengan persiapan kegiatan penjelajahan, yang akan dilaksanakan di keesokan harinya. Karena demam dan flu yang sempat saya alami di awal TO 2011, saya terhitung sakit dan diwajibkan melaksanakan pemeriksaan medis. Jika saya lolos dari pemeriksaan tersebut, maka saya akan diizinkan mengikuti penjelajahan. Dan jika hasil menunjukkan sebaliknya, saya akan menjaga rumah seharian pada esok hari.
Pergilah saya dan 4 anggota kelompok lainnya ke tempat pemeriksaan dilaksanakan. Kami berlima telah mendapatkan pita putih penunjuk sakit. Sebenarnya, mayoritas kelompok lain memiliki maksimal 3 anggota yang perlu melaksanakan pemeriksaan medis. Hal ini memberi kesan lemah kepada kelompok kami, yang pada kenyataannya tidak benar.
Setelah pemeriksaan medis selesai, kami berlima kembali ke rumah. Jadwal acara menunjukkan bahwa kegiatan sore itu adalah Lintas Budaya. Kebetulan, saya dan Fadlan bertugas untuk menjaga rumah sehingga kami tidak ikut menyaksikan penampilan teman-teman kami dalam memperagakan baju adat dari berbagai daerah. Perwakilan kelompok kami adalah Anne dan Ujang, yang diperintahkan untuk memperagakan baju adat daerah Bugis.
Menurut pendapat pribadi saya, menjaga rumah tidaklah membosankan. Saya dapat belajar memasak dengan peralatan-peralatan Kampung Parakan Ceuri, serta mengobrol dengan orangtua asuh. Saya dan Fadlan pun membantu Bu Oneng memasak makan malam kami sambil bercakap-cakap. Baru kami berdua ketahui bahwa kami merupakan teman sekelas saat menduduki tingkat 1 SD. Kami pun mengenang masa lalu, diikuti dengan tawa terbahak-bahak.
Sisa sore itu kami lewati dengan cengkrama bersama Bu Oneng, serta bermain di sekitar rumah. Lalu datangnya hujan deras memaksa saya dan Fadlan masuk kembali ke dalam rumah. Rupanya Pak Jamang sudah berada di rumah, dan kami pun melanjutkan obrolan bersama Bu Oneng dan suaminya itu.
Tak lama kemudian teman-teman kami yang lain pulang, dan akhirnya kami mengobrol santai yang diselingi dengan sholat. Jadwal acara memang menunjukkan kegiatan mempersiapkan penjelajahan, dan kami melakukannya dengan canda tawa yang diakhiri dengan istirahat malam.
Pagi hari pun tiba, dan kami yang beragama Islam bersegera melaksanakan sholat Subuh ke masjid. Kemudian kami kembali ke rumah untuk sarapan secepat mungkin. Usaha terbaik kami memberi hasil urutan ke-26 dari 30 untuk pergi penjelajahan, karena kami datang ke lapangan cukup terlambat dibandingkan kelompok lainnya. Abon dan Tatar tidak lolos dari pemeriksaan medis sehingga merekalah yang bertugas menjaga rumah di hari itu. Ujang pun mewakili Abon dalam melaksanakan tugas ketua kelompok ketika penjelajahan.
Saya sempat ragu untuk melaksanakan kegiatan yang membutuhkan kekuatan fisik ini. Mungkin, hal ini disebabkan oleh trauma karena tidak kuat lari di hari pertama TO 2011. Saya juga membayangkan penjelajahan sebagai kegiatan yang sangat berat.
Tapi apalagi yang dapat diperbuat selain menghadapi kenyataan. Setelah menunggu giliran cukup lama, akhirnya kami enam anggota dari kelompok 20 diberangkatkan oleh Bu Ulya. Di awal penjelajahan saya mencoba meredam rasa gelisah. Baru permulaan, namun saya sudah merasa cukup lelah. Tetapi saya yakin saya sanggup, dan sampailah kami berenam di pos OSIS pertama. Pos tersebut adalah pos seksi kesenian. Di sini, pipi masing-masing dari kami dituliskan nama kakak OSIS yang dibenci, penerima surat cinta, serta jabatan OSIS yang ingin kami duduki jika menjabat di periode berikutnya. Penulisan ini dilakukan menggunakan lipstik.
Melanjutkan perjalanan, tibalah kami di pos bayangan yang berupa pos OSIS seksi olahraga. Kami langsung diperintahkan untuk melaksanakan gerak buta tuli. Saat masih dalam posisi gerakan itu, kakak-kakak OSIS menyuruh kami bernyanyi. Karena ketakutan, saya beranggapan saya tuli dan tidak mendengar perintah itu. Namun, nampaknya saya telah melakukan hal yang salah.
Melanjutkan perjalanan, tibalah kami di pos bayangan yang berupa pos OSIS seksi olahraga. Kami langsung diperintahkan untuk melaksanakan gerak buta tuli. Saat masih dalam posisi gerakan itu, kakak-kakak OSIS menyuruh kami bernyanyi. Karena ketakutan, saya beranggapan saya tuli dan tidak mendengar perintah itu. Namun, nampaknya saya telah melakukan hal yang salah.
Pos OSIS seksi bela negara merupakan tujuan selanjutnya, yang terletak di sawah berlumpur. Bahkan sebelum memasuki sawah, kelompok saya sudah mengalami konflik dengan kakak-kakak OSIS. Alhasil keributan menjadi jauh lebih ramai dari seharusnya di dalam sawah.
Penuh lumpur, kami beranjak menuju air terjun yang letaknya cukup jauh. Sesampainya di sana, air terjun yang kami pakai sudah berwarna cokelat akibat lumpur dari perwakilan 25 kelompok yang mengikuti penjelajahan. Sebelum membersihkan diri, kami diwajibkan menjawab beberapa pertanyaan dari pos OSIS seksi rohani islam terlebih dahulu.
Lalu kami pun menghapus lumpur di badan kami dengan air yang menyegarkan. Sayangnya saya dan teman-teman perempuan takut pita-pita atribut rambut kami copot jika kami merendam kepala, sehingga pada akhirnya kami tidak memasukkannya ke dalam air. Hal ini merupakan salah satu hal yang sangat saya sesali di kemudian waktu.
Melanjutkan menjalani jalan turunan, akhirnya kami diberikan segelas Pop Mie hangat. Setelah merasa cukup kenyang kami melanjutkan jalan turunan sampai mencapai sawah. Tentu bagian ini merupakan bagian yang tidak terlalu saya nikmati, karena di atas pematang sawah saya berjalan lambat.
Di tengah perjalanan, kami melewati pos OSIS seksi kesehatan masyarakat. Kami dipersilahkan untuk melaksanakan permainan, yang akhirnya diperintahkan untuk memeragakan penyakit muntaber. Lalu kami berjalan lagi, dan berhenti sejenak di pos OSIS seksi edukasi untuk menjawab pertanyaan tentang pengetahuan umum. Dari tiga pertanyaan, kami berenam hanya dapat menjawab dua.
Seharusnya masih ada pos OSIS seksi dana dan logistik, tetapi karena hujan turun pos tersebut bubar. Dan sampailah kami di daerah perumahan tempat kami berangkat, lapor sebentar atas kedatangan kami, dan akhirnya kembali ke rumah.
Enam anggota kelompok kami memutuskan giliran mandi dengan melakukan hompimpa. Ini merupakan cara yang sangat sering digunakan kelompok 20 dari kegiatan Pra-TO, dan sebelum hari itu saya selalu kalah dalam cara penentuan tersebut. Tetapi sore itu berbeda. Saya akhirnya menang, dan mendapatkan giliran mandi pertama.
Kegirangan, saya kembali ke rumah dan bersiap-siap mandi. Sayangnya saat saya mengumumkan kepada orang-orang di rumah bahwa saya akan mandi, kedua kakak PDP saya memutuskan untuk mandi terlebih dulu secara bergantian sebelum saya. Tetapi apa boleh buat, saya sudah bersyukur untuk mendapatkan giliran pertama diantara sesama teman kelompok.
Kurang lebih 30 menit kemudian saatnya saya untuk mandi pun datang. Sangat senanglah saya menyambut air gunung untuk bersih diri, yang sudah saya gemari dari saat pertama kali mandi di Kampung Parakan Ceuri. Air ini sangatlah dingin, tetapi kemudian tidak membuat menggigil bahkan kepada orang sakit sekali pun. Namun air gunung memberikan sensasi segar yang bertahan cukup lama.
Kemudian kami beristirahat dengan mengobrol santai di dalam rumah sembari membersihkan barang-barang yang terkena lumpur. Di saat inilah kakak penerima surat cinta saya datang dan menukarkan 7 pita hijau kelompok saya dengan 1 pita merah, yang bernilai 10 pita hijau.
Dan kelompok kami melanjutkan acara bersantai sampai keesokan harinya, di mana kelelahan dari penjelajahan baru terasa. Hari ini juga merupakan hari terakhir kami semua di Kampung Parakan Ceuri. Setelah proses mengepak barang, membereskan rumah, dan berpamitan kepada keluarga Pak Jamang yang mengambil waktu panjang namun mengharukan, kami akhirnya melaksanakan APEL penyerahan peserta TO 2011 kepada SMA Labschool Kebayoran.
Bertugas kembali sebagai perwakilan siswa dalam penyematan nametag, saya tidak yakin jika telah menjalani tugas dengan baik. Tetapi itulah akhir dari TO 2011 yang tidak dapat diubah lagi. Saya akhirnya kembali ke Jakarta dengan bis 7 yang pada awal perjalanan kaca spionnya ditabrak oleh bis lain. Penumpang pun sempat kaget, namun akhirnya kaca spion yang hancur digantikan dengan yang baru.
Kami pun tiba di Jakarta berapa jam kemudian. Saya pun sempat tercenggang melihat pemandangan kota. Setelah kenyang dengan makan siang yang berupa KFC yang entah mengapa terasa lebih lezat dari biasanya, kami tiba di sekolah.
Saya melihat kakek saya menunggu di depan pintu depan. Saya pun memberitahu beliau untuk menunggu sebentar, dan masuk kedalam untuk berkumpul sebentar di hall basket Setelah selesai, saya keluar mengambil barang bawaan dan disambut dengan Chewy Junior dari salah satu teman angkatan yang berulang tahun pada hari itu. Entah mengapa, camilan tersebut juga terasa lebih nikmat dari biasanya. Dan pulanglah saya ke rumah, mengakhiri kegiatan yang takkan terlupakan ini.
APEL keberangkatan
APEL penyambutan dan penyerahan peserta TO 2011 kepada orangtua asuh
Mengelilingi Kampung Parakan Ceuri
Presentasi PDP
Kristal Amalia XF
0 comments:
Post a Comment