Ya, selama bisa menghasilkan suara, sebuah benda dapat dijadikan sebagai alat musik. Didasari oleh kesamaan minat dalam memainkan musik perkusi, lahirlah sebuah komunitas yang unik di SMA Labschool Kebayoran yang di kenal dengan LAMURU. Saya memang sudah mengincar komunitas ini dari sejak tahun 2008 ketika saya masih duduk di bangku SMP. Sering sekali saya mengikuti sepak terjang kakak – kakak dari LAMURU melalui situs youtube dan LAMURU juga merupakan salah satu motivasi saya untuk masuk SMA Labschool Kebayoran. Tanggal 12 Juli 2011 itu, tanpa ragu saya menuliskan nama di lembar pendaftarannya.
Dengan menggunakan gallon, panci bekas, ember, dan barang – barang lain yang dapat dikreasikan dan digunakan untuk menciptakan bunyi – bunyian, LAMURU menjadi media penyalur bakat dan kreatifitas murid SMA Labschool Kebayoran dalam bermusik perkusi. Tidak lupa juga ditambah dengan alat – alat perkusi asli seperti djembe, floor tom, snare, cajon, dan sebagainya.
Lamuru dibentuk pada tahun 2002 oleh kakak – kakak angkatan 2 SMA Labschool Kebayoran di bawah pimpinan Kak Belanegara Abimanyu, yang akrab dengan panggilan Kak Abe. Selama berjalan, Lamuru mengalami beberapa ketidaksamaan pandangan tentang untuk apa komunitas ini dibuat dengan pihak sekolah, sehingga terkadang dianggap sebagai komunitas liar atau semacamnya. Setelah berjalan secara mandiri selama kurang lebih 2 tahun lamanya, Lamuru mengalami ketidakcocokan antar anggota, sehingga terpaksa dibubarkan pada akhir tahun ajaran 2003-2004. Pada tahun ajaran 2004-2005 yaitu pada saat kakak – kakak angkatan 4 masuk, beberapa siswa mengusulkan untuk membangun kembali komunitas tersebut. Oleh usul Kak Herald dan kawan kawan dan dibantu dengan Kak Abe yang merupakan pelopor dari LAMURU, komunitas ini bangkit kembali. Setelah kembali dibentuk, masalah lama pun muncul kembali. Pihak sekolah kembali mempermasalahkan keberadaan Lamuru. Tapi masalah ini di ubah menjadi semangat yg positif dalam di setiap penampilan, Lamuru kembali berjalan secara mandiri.
Pertama kali saya mengenal komunitas LAMURU adalah dari kakak saya yang mendahului saya menjadi siswa SMA Labschool Kebayoran. Ya iyalah. Awalnya mendengar cerita dari kakak saya, saya tidak tertarik dengan LAMURU, malahan saya bingung untuk apa puluhan anak memukul – mukul benda dengan suara yang hampir sama di lingkungan sekolah yang pastinya akan mengganggu pihak – pihak yang tidak terlibat juga kan. Tapi saya tahu bahwa kakak saya bukan orang yang mudah tertarik pada suatu hal. Karena itu saya sedikit penasaran dan mulai bertanya – tanya pada situs google. Ketemu deh video – video LAMURU, saya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Apalagi setelah saya melihat performance LAMURU dalam acara Sky Avenue 2010, Arabian Night. Mulut saya menganga, saya berteriak dan lompat-lompat dan heboh dan tindakan lainnya yang cukup membuat malu teman-teman yang menonton bersama saya. Pastinya saya bangga menjadi bukti nyata bahwa LAMURU memang salah satu icon penting bagi SMA Labschool Kebayoran dan menarik siswa baru.
Sebelum saya resmi terdaftar sebagai anggota LAMURU, saya sudah duluan memiliki stik drum khusus warna putih untuk LAMURU, beli dari kakak saya sebagai motivasi dan bukti bahwa saya pasti masuk labschool dan menjadi anggota LAMURU. Akhirnya saya bertemu langsung dengan sang pelopor legendaris, yaitu Kak Abe, pada pertemuan pertama LAMURU di tahun ajaran 2011 ini. Namun ternyata peminat baru dalam komunitas ini lebih banyak dari yang saya bayangkan, kecuali peminat laki-lakinya yang tidak terlalu banyak. Pada mulanya kami diajari dasar – dasar dalam bermain perkusi seperti pukulan dasar, tempo, aksen, dinamik, dan sebagainya. Beberapa minggu setelah pertemuan pertama itu, datang sebuah pemberitahuan yang menggetarkan…. BBM (Black Berry Messanger).
“LAMURU, kita bakal bikin video klip.”
Siswa kelas satu yang baru belajar dasar-dasar perkusi di ajak bikin video klip? Wow banget nggak sih. Pastinya saya sangat super tertarik untuk menjadi bagian dalam video klip itu, tanpa tahu apa yang akan saya hadapi di kemudian hari. Dibentuklah sebuah struktur organisasi khusus untuk pembuatan video klip ini. Saya menjadi bagian publikasi dan dokumentasi, walaupun saya amat menyesal karena tidak banyak membantu Kak Danti dan kawan-kawan sebagai sesama pubdok. Dalam video klip nanti, seluruh anak kelas satu akan memainkan galon sambil melakukan beberapa koreografi. Pattern pertama dan kedua kami pun siap dimainkan yaitu pattern samba dan kitchen beat. Minggu – minggu awal itu menjadi hari – hari penuh pukulan dan gebrakan meja di labschool. Tak terhitung berapa banyak anak yang melatih pattern tersebut setiap saat. Tak lupa juga dengan kuantitas stik drum yang patah, entah karena mainnya pada napsu ataukah itu memang takdir. Latihan bersama sepulang sekolah menjadi saat-saat paling di tunggu setelah seharian berduka cita dengan buku-buku pelajaran. Namun semakin lama, semakin hari, latihannya makin padat ya? Durasi latihannya juga makin lama ya? Kok, yang dateng latihan makin dikit ya?
Memang kegiatan dan tugas sekolah anak kelas satu itu jika ditumpuk mungkin bisa setinggi monas, itu juga kalau tumpukannya nggak ambruk duluan. Dan kalau – kalau kita tidak pintar dalam manajemen waktu, buang saja impianmu ke laut. Itulah yang menjadi alasan utama bagi murid-murid kelas satu yang jarang datang latihan. Takut nilainya keteteran dan tidak sempat belajar. Padahal koreografi yang dilatih bisa dibilang cukup sulit bagi kami-kami yang baru masuk LAMURU ini dan waktu terus berjalan mendekati hari h. Tak heran salah satu penanggung jawab LAMURU angkatan saya – yang namanya mungkin tidak akan saya sebut demi cinta dan damai – kena tegur kakak kelas. Eh kakak –kakak kelasnya nggak galak kok, baik banget malah. Saya pun hampir setiap hari mengikuti latihan sampai matahari terbenam. Hari sabtu juga, setelah kegiatan ekstrakurikuler saya segera ikut latihan lagi meskipun rasanya badan saya sudah ‘ngambang’ sangking capeknya. Eits, saya tidak terpaksa sama sekali kok, malahan saya sangat menikmati momen-momen latihan yang saya idamkan itu. Dan saya tidak lupa dengan pelajaran-pelajaran sekolah tercinta.
Sebagai bagian dari konsep video klipnya, kami diharuskan untuk membuat tulisan LAMURU dengan barang-barang bekas pada tiang-hijau-pembatas-lapangan (apalah itu namanya). Nanti pas syuting bakal ada yang manjat dan mainin (atau mukulin) barang-barang bekas itu. Biarpun cuaca menggoreng dan tangan kapalan karena manjat-manjat nyantolin barang, itu semua sangat menyenangkan dan hasilnya juga sangat memuaskan. Tanggal 6 Oktober 2011 adalah hari latian paling berkesan. Terutama bagi penanggung jawab angkatan yang tadi saya singgung. Dia ulang tahun. Di tengah suramnya suasana karena yang dateng latihan cuma sedikit, seorang kakak kelas mulai berkoar dan mengaum. Si penanggung jawab berdiri gemetar. Detik-detik menuju jatuhnya air mata, kakak kelas yang lain menjejal mukanya dengan kue dan semua orang mulai bernyanyi. Habis itu dia nangis. Setelah itu rutinitas latihan kembali berjalan. Bunyi galon dan gentong, suara sepatu digesek maju mundur, jeritan maut dari marah-marah sampai ngakak, dan patahan-patahan stik, kira-kira begitulah rangkaian latihan yang kami lakukan. Penantian dan penggilaan pun berakhir pada tanggal 25 Oktober 2011, hari yang di tunggu-tunggu. Semua anggota dan pihak-pihak terlibat berkumpul disekolah dengan seragam batik khas Labschool. Dan kedatangan para tokoh LAMURU yang disebut “All Stars” itu sangat, sangat, sesuatu banget ya. Syuting pun dimulai sesuai dengan urutan scenario yang telah ditentukan. Satu kelas dijadikan ruang tunggu bagi anak-anak yang menunggu giliran untuk mejeng di kamera. Namun ternyata scene 1 saja memakan waktu lama sekali sehingga ruang tunggu ini menjadi seperti tempat pengungsian, terutama karena satu masalah. Lapar. Para pengungsi berbolak-balik mengirim utusan ke Circle K, tapi bolaknya hilang jadi balik terus (nggak jadi ke circle k) karena katanya nggak boleh kemana-mana, takut nanti tiba-tiba gilirannya yang ke circle k itu buat syuting. Yaudalah terkapar semua di lantai sampai akhirnya makan siang dateng. Syuting terus berjalan sampai tiba pada bagian klimaks, adegan kolosal di lapangan konblok. Setelah adegan terakhir itu selesai, rasanya, selesai. Susah jelasinnya, pokoknya rasanya “God, it’s over.” Tapi pikiran itu salah. Seperti kata Kak Abe, ini semua baru permulaan. Selesai syuting, kami semua membereskan semua peralatan termasuk selusin barang-barang bekas yang nyantol di tiang-hijau-pembatas-lapangan. Dan berhubung ada beberapa orang yang ulang tahun atau habis ulang tahun, beberapa dari anggota LAMURU ikut menikmati dinner gratis di Langsat Corner. A way to end the day.
Hari-hari penuh galau pun berlalu. Latihan tak kunjung datang. Para anggota kelas satu malah galau pengen latihan dan mencoba tampil di depan umum. Ketika deadline nilai semester satu mendekat, malah datang pemberitahuan yang menggetarkan BBM, lagi.
“Minggu depan ada latihan ya, mau nentuin manajer angkatan dan ada job untuk tanggal 25 November.”
Ada job tepat di hari deadline nilai semester satu. Dua minggu lagi. Setelah ketiga manajer angkatan ditentukan, jadwal latihan kembali padat merayap mendadak. Tapi banyak sekali yang sering absen latihan – lagi lagi – karena ulangan, tugas, dan les. Akhirnya satu persatu anggota ditawarkan langsung mau ikut job ini atau tidak. Hasilnya adalah 10 orang angkatan 10 dan 11 orang angkatan 11 akan terjun ke panggung Pagelaran Rakyat di FHUI pada tanggal 25 nanti. Namun tetap saja setiap kali latihan, sering ada yang absen. Alhasil latihan tidak maksimal. H-1, kami berdua puluh satu menuntaskan semua yang perlu di tuntaskan hingga malam. Ternyata pada tanggal 25 itu kita tidak hanya bermain di FHUI. Pagi harinya kami tampil untuk acara hari guru dengan kaus warna-warni. Kurang lebih, itu menjadi gladi resik bagi kami.
Bel pulang sekolah berbunyi dan kami sudah siap dengan celana jeans, kaos hitam, jaket warna-warni, tak lupa dengan stik drum putih LAMURU. Kami berangkat dari sekolah menuju FHUI dengan minibus pada pukul 3 siang. Mini bus penuh dengan gentong, panci, dan galon berserta manusianya. Sesampainya di sana kami merubah ruang tunggu menjadi ruang latihan dan melakukan rehearsal terakhir. Sehabis makan dan sholat maghrib, tiba saatnya kami menunjukkan hasil latihan selama 2 minggu terakhir. Rasanya beda sekali dengan waktu tampil di sekolah. Jauh lebih tegang namun saya jauh lebih tak sabar dan bersemangat. Saya pribadi sangat puas dengan penampilan malam itu, mengingat itu adalah pertama kalinya saya tampil di depan umum sebagai bagian dari LAMURU. Apa yang saya dapat setelah itu adalah bonus. Yang penting, saya telah mendapatkan pengalaman yang sangat berharga melalui LAMURU.
Ini baru permulaan.
0 comments:
Post a Comment