Bukan Labschool namanya bila tidak memiliki kegiatan unik dan tak biasa bagi siswa-siswinya. Trip Observasi, sebenarnya bukan hal baru. Kegiatan ini telah dilakukan sejak angkatan pertama SMA Labschool Kebayoran. Tapi tetap saja ini hal baru bagiku, bagi kami, Dasa Eka Cakra Bayangkara. Tujuan dari Trip Observasi sendiri sebenarnya adalah agar para siswa bisa lebih ‘merendah’ (low profile) dan lebih membaur terhadap kehidupan desa. Menanggalkan status (jabatan) dan keangkuhan untuk ikut membaur dan menjadi orang yang lebih bersahaja adalah salah satu tujuannya. Setelah kupikir-pikir, sepertinya kegiatan ini mirip dengan acara reality show di TV, “Jika Aku Menjadi”. Namun, kami memiliki tugas dan misi tersendiri yang harus diselesaikan selama kami berada di sana. Yah, kurang lebih seperti itulah kegiatan yang akan kami jalani selama 5 hari Trip Observasi di Kampung Parakan Ceuri, Purwakarta, Jawa Barat. Dari tanggal 20-24 Oktober 2011.
Pagi itu harusnya jadi pagi biasa. Rabu pagi tanggal 19 Oktober 2011. Seharusnya, setelah sarapan aku siap berangkat sekolah dengan motor. Ya, seperti biasa saja. Tapi sayangnya pagi itu ketenanganku agak diusik. Satu travel bag hitam besar kupegang erat dengan kedua tanganku. Baju olahraga, baju rumah, handuk dan perlengkapan TO lainnya, semuanya sudah kupadatkan dalam 1 tas besar itu sejak kemarin malam. Aku sebenarnya agak khawatir pengait travel bag-ku akan putus –mengingat kejadian saat aku BIMENSI- . Tapi, ayah bilang tas itu cukup kuat. Lemnya juga bagus, jadi aku tak perlu khawatir. Langsung saja kuangkat tas ku dan ku taruh di tengah-tengah jok motor. Hari itu tanggal 19. Maksudku, TO baru akan dimulai besok. Tetapi kami disuruh mengumpulkan tas dan perlengkapan kelompok –aku membawa 5 botol AQUA 1,5 liter- pagi itu. Katanya, agar besok kami tak perlu lagi membawa barang-barang yang memberatkan sehingga kami bisa berjalan dengan santai. Kamis besok, kami hanya akan membawa 1 tas ransel berisi makanan ringan dan cemilan, serta membawa tongkat (sakral) TO.
Saat aku sampai di sekolah, dan menginjakkan kaki di plaza sambil menenteng travel bag-ku, temanku menawarkan bantuan. Setelah sampai di hall, aku menempatkan tasku sesuai urutan kelompok. Dan sisa hariku dipakai untuk belajar seperti biasa.bedanya, aku menggunakan seragam batik karena seragam putih-abu akan kupaakai besok saat berangkat menuju lokasi TO.
Kamis pagi 20 oktober 2011 sebelum berangkat sekolah, aku menguncir rambutku sesuai dengan ketentuan peserta TO perempuan yang berlaku. Setelah siap dengan ransel, tongkat dan nametag, pukul 5.15 WIB aku berangkat ke sekolah dengan motor seperti biasa. Sebelum kami benar-benar diberangkatkan, kami mengadakan apel dan doa bersama agar selamat sampai tujuan terlebih dahulu. Setelahnya, kami langsung menuju bus masing-masing dan berangkat menuju lokasi TO. Aku kelompok 14 dan menaiki bus 5 dengan 2 kelompok lainnya (kelompok 13 dan 15). Tak banyak yang kami lakukan selama perjalanan berlangsung. Karena aku kurang tidur dan merasa sangat mengantuk, beberapa jam perjalanan kugunakan untuk tidur, sehingga ketika sampai di lokasi aku akan merasa segar kembali.
Setelah sampai di suatu daerah (yang kukira itu adalah lokasi TO kami), kami semua turun dari bis dan berbaris satu per satu. Setlahnya, kami dituntun untuk berjalan melewati pematang-pematang sawah dan semak belukar. Cukup jauh kami berjalan. Melewati jembatan bambu dan tanah yang licin. Beberapa kali aku hampir terperosok masuk ke sawah. Untung saja tidak benar-benar terjadi.
Saat baru sampai ke lokasi yang kupikir lokasi TO
Setelah cukup lama berjalan, akhirnya kami sampai di tujuan. Kampung Parakan Ceuri. Rupanya tadi hanya akal-akalan Pak Eri saja untuk menurunkan kami di tempat bis kami berhenti tadi, agar kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sejauh ± 4-5 km melewati pematang-pematang sawah. Namun, sejujurnya aku sangat menikmati perjalanan itu. Pemandangannya bagus, dan anginnya sejuk. Meski lelah, aku bersemangat untuk tetap menjelajahi medan.
Saat berjalan melalui pematang sawah menuju Kampung Parakan Ceuri
Sampai di wilayah Kampung Parakan Ceuri, kami berkumpul di lapangan setempat untuk mendengarkan sambutan dari Kepala Desa dan pertunjukan lesung dari ibu-ibu setempat. Setelah itu, kami (per kelompok) langsung diarahkan menuju rumah host-parent kami. Kelompokku akan tinggal di rumah keluarga Pak Lili, seorang kuli dan petani sayuran. Rumah beliau sangat sederhana. Tapi entah mengapa aku justru betah di sana. Udara sejuk dan jauh dari polusi. Sesama tetangga juga dekat. Suasananya tenang dan akrab. Kelompokku (Akang, Helmi, Nadhiv, Bagus, Farah, Niken, Tara dan Annisa) bersama kakak pendamping (Kak Mirsa dan Kak Dilla) serta guru pendamping Sensei Rusdi, bersama keluarga Pak Lili berkumpul di ruang keluarga dan saling memperkenalkan diri masing-masing.
Berkumpul di lapangan
Kakak pendamping kami selama Trip Observasi (Kak Dilla dan Kak Mirsa)
Setelah acara perkenalan diri dan silaturahmi singkat tersebut, agenda TO selanjutnya adalah Pengambilan Data Penelitian (PDP). Aku dan Bagus yang bertugas menangani PDP harus malukan wawancara dengan sejumlah warga setempat mengenai tema yang kami ambil sebagai bahan penelitian. Aku mewawancarai sekitar 10 keluarga dibantu teman-teman sekelompokku yang lain. Saat itu hari hujan. Dan jalanan menjadi sangat licin. Dengan memakai jas hujan, kami tetap bersemangat mewawancarai satu per satu narasumber. Setelah mendapatkan semua bahan informasi, kami segera kembali ke rumah dan beristirahat. Saat itu hujan telah reda.
Hari berikutnya, Jumat 21 oktober 2011 saatnya kami melakukan kegiatan Peduli Kehidupan Desa (PKD) tadinya aku ingin sekali ikut. Tapi aku harus menyelesaikan display presentasi PDP di rumah. Maka yang pergi PKD adalah perwakilan kelompok kami; Tara, Annisa, Farah, Akang dan Kak Mirsa sebagai pendamping. Bersama Bapak, mereka diajarkan cara menanam jagung dan memetik sayur-sayuran. Sepulang mereka dari PKD, pukul 13.00-15.00 kami harus melakukan presentasi PDP. Kami manuju lapangan dan menunggu giiliran untuk uji presentasi. Presentasi kami berjalan cukup lancar, dengan sedikit masukkan dari Bu Syifa, guru matematika. Selebihnya, kami dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh juri. Selesai presentasi, kami kembali ke rumah masing – masing dan mendapatkan waktu senggang untuk bersantai. Pengumuman 5 finalis presentasi akan diumumkan malamnya. Dan yang terpilih akan melakukan presentasi sekali lagi di atas panggung dengan juri yang duduk di bawah tenda di seberang lapangan. Presentasi ini berguna untuk menentukan kelompok mana yang akan keluar sebagai pemenang. Urutan juara ini akan mempengaruhi urutan penjelajahan kami yang akan dilaksanakan pada hari minggu, 23 Oktober 2011. Malamnya, kami membuat komik di kertas A0 yang kami bawa dari Jakarta yang menceritakan mengenai kegiatan PKD kelompok kami. Mulai dari berangkat sampai pulang lagi. saat tengah asyik membuat komik, tiba-tiba lampu mati. Alhasil kami tak bisa melihat apapun, jadi kami tak bisa menyelesaikan komik kami. Untung saja kelompok kami memiliki senter yang cukup terang sehingga bisa membantu memberi penerangan pada kami agar kami bisa melanjutkan pekerjaan membuat komik.
Perwakilan kelompok saat kegiatan Peduli Kehidupan Desa
Lari Pagi
Malam harinya, setelah pensi, perempuan dalam kelompok mendapat kesempatan jaga vendel. Menara tongkat sudah dibuat di halaman depan. Kertas mika warna merah, biru dan kuning sudah terpasang rapi di jendela. Kami juga sudah siap dengan senter. Pukul 24.00, aku melihat Kak Derry, Kak Widya dan Kak Dafi berjalan menuju rumah kami. Mereka bersembunyi di sudut tembok luar rumah, yang terhalang sehingga aku tak bisa melihat mereka. Lalu dengan cepat mereka memberikan kode-kode berupa warna yang berbeda beda dengan kertas mika yang disenteri dengan cepat. Meski hanya ada 3 warna, namun mereka mengulang-ulang warna tersebut dengan sangat cepat, sehingga kami harus sigap dan teliti dalam menghafalkannya. Setelah diberi kode, aku membalas dengan warna kode yang sama. Sebenarnya kuharap warnanya sama, karena aku sendiri tak begitu yakin aku menyenteri kertas mika itu dengan benar. Tapi Annisa membantuku. Setelah beberapa kali berbalas kode warna, kakak-kakak itupun pergi dari rumah kami. Aku agak sedikit lega. Paling tidak, aku dan perempuan lain dalam kelompokku sudah melakukan tugasku. Annisa berjaga bersamaku saat itu. Sementara Tara dan Farah terlelap karena tak kuat menahan kantuk. Selepas kakak-kakak Osis pergi, aku dan annisa mendesah lega bercampur senang. Namun, tiba-tiba kak Mirsa berkata dari dalam kamar dan memberitahu kami bahwa kode warna yang kami balas belum tentu benar. Dan baru akan diberi tahu esok paginya. Setelah selesai menjalani shift kami, aku dan Annisa segera membangunkan anak lelaki di kelompokku dan segera tidur. Helmi dan Akang akan berjaga menggantikan kami sampai puluk 02.00.
Hari berikutnya, Sabtu, 22 Oktober 2010 adalah ‘hari tanpa kegiatan berarti’ bagi kelompok kami. Kelompok kami tidak masuk final PDP. Sudah pasti kami tak mungkin menang. Hari ini hanya ada 1 kegiatan yang akan melibatkan kami. Lintas Budaya. Selebihnya tidak. Lintas Budaya kami bertemakan “Eskimo”. Ayolah, kelompok lain memiliki tema yang unik dan baju daerah yang meriah. Bisa dimodifikasi. Tapi tema “Eskimo” menurut kami agak kaku. Kami sulit memodifikasi baju adat yang dikenakan suku eskimo. Disaat kelompok lain menggunakan kalung, sanggul, renda-renda atau kebaya yang unik, kelompok kami hanya memakai celana bahan gela panjang dan jaket tebal gelap. Ditambah scarf gelap dan sarung tangan kelabu. Tapi Farah punya ide bagus. Dia menambahkan untaian kertas warna perak panjang sebagai ikat pinggang bagi Tara, perwakilan kelompok kami yang akan menjadi model bersama Akang. Annisa yang membawa papan penunjuk tema kelompok. Aku menonton acara Lintas Budaya di bawah tenda di pinggir lapangan. Acara berlangsung cukup meriah. Sayang, kami tetap tak mendapat juara. Sebelum acara selesai, hujan turun cukup deras. Aku dan temanku dari kelompok lain, Zahra, segera berlari pulang. Namun, karena rumah Zahra lebih jauh letaknya dari lapangan dibanding rumahku, maka untuk sementara ia menumpang di rumahku.
Suasana Lintas Budaya
Salah satu peserta model Lintas Budaya dengan tema Papua
Kelompok 14 "Eskimo" :D
Di rumah, Helmi dan Nadhiv telah selesai merapikan peralatan-peralatan display PDP kemarin dan melipat sleeping bag kami. Menurutku mereka berdua terhitung rapi untuk ukuran anak lelaki. Di rumah bapak menawarkan kami untuk belajar memasak. Kami berempatpun langsung menuju dapur dan memperhatikan bapak mengajarkan kami memotong kangkung. Setelah selesai memotong, kami menumis kangkung tersebut. Saat sedang memasak, tiba-tiba pintu rumah terbuka. Rupanya Kak Mirsa pulang dengan beberapa bagian jas Osisnya basah terkena air hujan. Namun ia segera pergi lagi untuk menjemput anggota kelompok kami yang tersisa di lapangan. Sayang sekali aku tak di lapangan saat hujan itu turun. Sebab, temanku menceritakan bahwa ternyata selama di sana mereka bernyanyi lagu TO dan saling berbalas lagu dengan kakak Osis dan MPK.
Salah satu finalis PDP sedang uji presentasi
Penonton final PDP
Malam harinya setelah sholat Isya’ , aku mempersiapkan tas dan peralatan lainnya yang akan kubawa saat penjelajahan besok. Tas ranselku tak berat. Hanya ada satu botol Aqua kecil di dalamnya. Lalu setelahnya kami mengobrol dengan bapak di ruang tengah.
Minggu 23 Oktober 2011, kelompokku bersiap-siap berangkat ke Mesjid seperti biasa untuk melaksanakan sholat Subuh. Selepas sholat, kami segera kembali ke rumah dan sarapan. Setelah itu kami mempersiapkan hal-hal kecil seperti sepatu, sentar dan lain sebagainya yang akan kami pakai saat penjelajahan. Aku membawa 2 sepatu dari Jakarta. Saat penjelajahan, aku memakai sepatu yang anti air. Selesai sarapan dan mengenakan sepatu, kami harus langsung menuju lapangan untuk menetapkan urutan penjelajahan kami. Kami harus belomba mencapai lapangan lebih awal dari yang lain agar kami tidak kesiangan untuk memulai penjelajahan. Urutan kelompok yang memulai penjelajahan, dimulai dari urutan pertama sampai urutan ke delapan, adalah kelompok yang memenangkan satu atau beberapa lomba atau kegiatan kelompok yang diselenggarakan (contoh : PDP, PKD, Lintas Busaya). Urutan pemberangkatan penjelajahan di bawahnya (urutan ke 9-30, harus diperebutkan oleh masin-masing kelompok) . Sayangnya, sesampainya di sana sudah banyak sekali kelompok yang sampai dan menempati urutan 9 sampai 15. Pada akhirnya, kelompokku, Yamko Rambe Yamko, mendapat urutan pemberangkatan penjelajahan ke 25. Jeda waktu pemberangkatan masing-masing kelompok adalah 5 menit. Jadi, kelompokku akan berangkat sekitar satu jam lebih setelah kelompok di urutan pemberangkatan pertama memulai penjelajahan.
Menunggu giliran penjelajahan
Setelah lama menunggu, akhirnya tiba juga kelompokku. Kami segera berdoa dan berangkat mejelajahi pegunungan di Parakan Ceuri. Pos Osis pertma yang kami temui adalah Pos Seksi Kesenian. Di sana muka kami harus memberi laporan kedatangan dengan aksen Bali serta menirukan suara semut jatuh dan anak ayam yang terbang lalu tercebur ke dalam air. Setelah itu, pipi kiri kami dicoret dengan nama kakak osis yang kami benci. Sebenarnya aku tak membenci satu pun osis. Tapi, saat kubilang begitu, kak Inez langsung menuliskan nama ‘Jordy’ di pipi kiriku dengan lipstik hitam. Di pipi kanan tertulis jabatan osis yang diinginkan. Tertulis di pipi kananku dengan lipstik hitam, Seksi Kesenian.
Kami cukup jauh dan lelah berjalan mendaki bukit dan berpegangan pada tali ketika turun melewati tanah licin. Tongkat yang harus kami bawa rupanya cukup berguna. Berkali-kali ia menyelamatkanku ketika aku nyaris terjatuh. Aku lupa beberapa pos dan tahapan yang aku lalui saat penjelajahan. Jadi aku akan langsung menjelaskan saat kelompokku tiba di pos Seksi Olah Raga.
Sesampainya di pos Sior, kami langsung disuruh buta tuli dan menyanyikan lagu-lagu TO serta Labschool. Cukup lama kamu melakukan itu sambil disirami oleh air. Setelah beberapa menit buta tuli, kami melanjutkan perjalanan lagi ke pos BN. Dari awal aku memang menunggu-nunggu saat ini. Antara takut, berdebar-debar dan merasa tertarik. Benar saja! Sesampainya di pos BN, kami disuruh melepas sepatu, kaus kaki, tas dan kacamata (bagi yang memakainya). Lalu, langsung saja kami masuk kedalam kolam lumpur di tengah sawah. Kami harus push up 1 seri di dalam kolam lumpur dan merayap di dalam sana. Selepas dari pos BN, kami melanjutkan perjalanan. Singkat cerita, akhirnya kami sampai di air terjun. Tujuan akhir kami dari penjelajahan ini. Di sana kami membersihkan diri dan menceburkan diri ke air terjun yang segar itu dan berfoto bersama. Setelah itu, kami menempuh jalan pulang melewati pegunungan dan bukit kebun teh serta pematang sawah yang indah. Di perjalanan pulang, kami melewati beberapa pos Osis lagi. Di perjalanan pulang, kelompok kami berjalan bersama dengan kelompok 15. Seru sekali berjalan di antara bukit dan kebun teh dengan angin sejuk dan pemandangan luar biasa. Aku sangat ingin mengulang penjelajahan sekali lagi.
Setelah beranjak dari pos BN
Perjalanan menuju curug
Tujuan kami sudah dekat!
Sampai di curug
Sampai di rumah, kami bergiliran mandi. Malamnya diadakan pensi lagi dan, karena ini adalah malam terakhir di Parakan Ceuri, kami mengadakan api unggun. Aku merasa senang bercampur sedih dan terharu saat api unggun berlangsung. Kedekatan di antara DASECAKRA benar-benar terasa saat itu. Kami bernyanyi dan meneriakkan yel-yel sambil menari bersama. Sungguh, saat itu tak pernah kulupakan sepanjang hidupku.
Pagi hari, Senin 24 Oktober 2011 aku pergi ke masjid untuk sholat subuh dan kultum. Setelah itu aku kembali ke rumah dan membereskan barang-barang untuk kembali ke Jakarta. Aku senang sekali selama di Parakan Ceuri. Kami merapikan rumah dan berpamitan kepada bapak dan ibu, lalu berfoto bersama. Aku sempat memberikan nomor telponku pada bapak. Jadi, sewatu-waktu bapak bisa menelponku lagi.
Pensi terakhir
Saat persiapan apel kepulangan kami
Parakan Ceuri mengajariku banyak hal. Mengajarkan hidup sederhana dan memiliki jiwa yang luhur. Bapak berpesan padaku untuk tidak meninggalkan solat, tetap merendah dan selalu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Parakan Ceuri juga menunjukan kepadaku kebesaran Tuhan atas keindahan alam yang ada di Parakan Ceuri. Pengalaman di Parakan Ceuri benar-benar pengalaman hidup yang berharga, yang mungkin tak bisa saya dapatkan bila saya bersekolah tempat lain. Memang awalnya saya merasa takut saat TO akan dimulai. Namun, seiring berjalannya waktu, aku bertanya-tanya dalam hati. Bisakah aku mengulang momen-momen ini lagi?
"Indah, TO tahun ini. Masa yang terindah di dalam hidupku. Takkan pernah kulupakan sepanjang hidupku...."
-Niken Rahadiani Maheswari-XF/29-
0 comments:
Post a Comment