Membukukan Masa Silam
15 Tahun Hidup dan Masih Berlanjut
Emil Ditri Bintari. Seperti itulah saya diberi nama setelah dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1995 pukul 06.00 WIB di RS Harapan Kita, Jakarta. Saya adalah anak pertama yang dilahirkan dari pasangan Dinno Pulung Perkasena dan Arifitri Aulia. Papa berasal dari Jawa Timur, dan Mama adalah orang asli Jakarta. Nama yang diberikan, yaitu Emil Ditri Bintari memiliki sebuah arti dan makna tersendiri, tentunya. Emil, diambil dari nama hotel tempat orang tua saya melaksanakan pernikahannya. Sebenarnya, nama hotel tersebut adalah ELMI, lalu nenek saya ingin menggantinya menjadi Emil, kemudian orang tua saya pun setuju. Ditri, adalah merupakan kepanjangan dari nama orang tua saya, yaitu Dinno & Fitri, dan juga tanggal lahir saya, yaitu Disember tri (desember 3). Nama belakang saya, Bintari, memiliki kepanjangan yaitu Binarnya Mentari. Mereka menamai seperti itu karena saya di lahirkan pukul 6 pagi, dimana bertepatan dengan terbitnya matahari. papa saya memang sengaja tidak menaruh nama belakangnya di nama saya, karena keluarga kami memang tidak mengikuti tradisi seperti itu.
Tidak ada yang mengejutkan atau diluar sangka pada saat kelahiran saya. “Yang ada hanya rasa senang dan bahagia, semua orang bahagia saat kamu lahir” kata mama. Karena katanya pada hari itu semua keluarga besar dari mama dan juga papa datang, jauh-jauh dari Surabaya, Medan dan Jakarta untuk berkumpul, menantikan kelahiran cucu pertamanya. Setahun pertama, keluarga saya tinggal di daerah Kampung Rambutan. Pekerjaan mama dan papa sebagai pegawai swasta pada waktu itu yang membuat mereka jarang sekali tinggal di rumah sepanjang hari, membuat saya terbiasa hidup dengan babysitter saya. Pada ulang tahun saya yang pertama, keluarga dari papa saya datang dari Surabaya untuk merayakan bersama keluarga yang ada di Jakarta. Saya selalu ingat cerita mama kalau waktu itu saya dibelikan 2 buah kue ulang tahun, yang satu berbentuk istana, dan yang satu bergambar The Simpsons. Katanya, saya juga sangat dimanjakan oleh alm. kakek saya, yang mana beliau meninggal dunia 2 minggu setelah ulang tahun saya yang pertama. Katanya juga, ia selalu membelikan saya mainan baru dan hadiah sepulang dari perjalanannya ke luar negeri dan mengirimnya ke Jakarta.
Beberapa bulan setelah itu, mama dan papa hendak meneruskan sekolah perguruan tingginya yaitu ke S-2 di New Hampshire College, di daerah Manchester. Karenanya, kami sekeluarga berangkat ke USA dan menetap di sana. Selama berada di sana, orang tua saya tidak mengambil pekerjaan yang serius seperti waktu di Jakarta. Papa saya adalah seorang tukang koran, dan mama saya bekerja sebagai kasir di McDonald’s drive thru. Sehingga sebenarnya lebih seperti pekerjaan tambahan. Kami tinggal di sebuah apartemen di tengah kota dan hidup secara sederhana.
Tidak ada yang mengejutkan atau diluar sangka pada saat kelahiran saya. “Yang ada hanya rasa senang dan bahagia, semua orang bahagia saat kamu lahir” kata mama. Karena katanya pada hari itu semua keluarga besar dari mama dan juga papa datang, jauh-jauh dari Surabaya, Medan dan Jakarta untuk berkumpul, menantikan kelahiran cucu pertamanya. Setahun pertama, keluarga saya tinggal di daerah Kampung Rambutan. Pekerjaan mama dan papa sebagai pegawai swasta pada waktu itu yang membuat mereka jarang sekali tinggal di rumah sepanjang hari, membuat saya terbiasa hidup dengan babysitter saya. Pada ulang tahun saya yang pertama, keluarga dari papa saya datang dari Surabaya untuk merayakan bersama keluarga yang ada di Jakarta. Saya selalu ingat cerita mama kalau waktu itu saya dibelikan 2 buah kue ulang tahun, yang satu berbentuk istana, dan yang satu bergambar The Simpsons. Katanya, saya juga sangat dimanjakan oleh alm. kakek saya, yang mana beliau meninggal dunia 2 minggu setelah ulang tahun saya yang pertama. Katanya juga, ia selalu membelikan saya mainan baru dan hadiah sepulang dari perjalanannya ke luar negeri dan mengirimnya ke Jakarta.
Beberapa bulan setelah itu, mama dan papa hendak meneruskan sekolah perguruan tingginya yaitu ke S-2 di New Hampshire College, di daerah Manchester. Karenanya, kami sekeluarga berangkat ke USA dan menetap di sana. Selama berada di sana, orang tua saya tidak mengambil pekerjaan yang serius seperti waktu di Jakarta. Papa saya adalah seorang tukang koran, dan mama saya bekerja sebagai kasir di McDonald’s drive thru. Sehingga sebenarnya lebih seperti pekerjaan tambahan. Kami tinggal di sebuah apartemen di tengah kota dan hidup secara sederhana.
Manchester, USA 1998
Karena saya masih sangat kecil, orang tua saya biasanya menitipkan saya pada temannya selagi mereka sekolah. Saat berada di sana, saya sangat suka menonton film-film dan acara Disney. Begitu juga dengan lagu-lagunya. Kata mama, saya suka sekali menyanyi dan menyanyi hamper setiap saat semenjak saya bisa berbicara. Ketika saya berumur 3 tahun, saya memasuki play group di Manchester.
Lalu beberapa waktu kemudian, orang tua saya telah menyelesaikan studinya S-2nya, dan dinyatakan lulus, dan kami pulang kembali ke Jakarta. Untuk sementara, kami tinggal di rumah nenek, tepatnya orang tua dari mama saya, yang dulu bekerja sebagai direktur direktorat TK-SD di Departemen Pendidikan Nasional. Kedua orang tua saya tidak kembali pada pekerjaan lamanya masing-masing. Papa memutuskan untuk menjadi wiraswasta, ia mengelola sebuah perkebunan bunga dan menjual bunganya pada tukang dekor pernikahan dan acara-acara resmi. Mama memutuskan untuk menjadi seorang guru di sebuah sekolah internasional bernama High Scope.
Pada saat itu, seharusnya saya sudah memasuki kelas TK-A. Namun, saya nyatanya diharuskan untuk mengulang play group untuk 1 tahun lagi, dengan alasan saya tidak bisa berbicara bahasa Indonesia. Saya akhirnya belajar dan bermain di TK BHAKTI selama 3 tahun. Pada tahun 2000, ketika saya hendak berumur 5 tahun, saya dianugerahkan seorang adik laki-laki oleh Allah. Ia lahir pada tanggal 8 November 2000 di RS Harapan Kita, sama seperti dimana saya dilahirkan. Ia diberi nama Emir Eranoto Dipasena, dimana Emir artinya adalah raja, Eranoto adalah bahasa jawa dari “jaman yang mengatur” dan Dipasena hanya sebuah kemiripan dengan Perkasena. Saya sangat senang mendapat adik baru, walaupun terkadang suka menyebalkan melihatnya merengek dan menangis, tetapi saya tetap sangat senang.
Beberapa saat setelah adik saya lahir, keluarga kami akhirnya pindah ke rumah kami sendiri. Kami tinggal di sebuah rumah di daerah Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Pada usia ini juga, saya diikutkan les musik untuk pertama kalinya di Yamaha. Orang tua saya tahu bahwa saya menyukai musik dan sudah mengenalnya sejak kecil, dan mereka ingin saya mempelajarinya sejak dini. Dan karena saya masih kecil pada waktu itu, mereka memasukkan saya kedalam les yang berbentuk grup, dimana proses pembelajarannya tidak dilakukan sendirian, tetapi bersama anak-anak lainnya, agar saya tidak merasa sendirian dan kesusahan. Saya mengikuti kegiatan ini juga mendapat dukungan dari nenek dan kakek saya yang rupanya juga orang-orang yang mendalami musik. Di saat TK, mama saya sering sekali mengikutkan saya pada lomba-lomba kesenian, seperti modeling, menari, senam riang, dan paduan suara. Saya juga suka sekali dengan kegiatan menari pada waktu itu, dan kami berhasil menjuarai beberapa perlombaannya, salah satunya adalah lomba menari di Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) 2001.
Lalu beberapa waktu kemudian, orang tua saya telah menyelesaikan studinya S-2nya, dan dinyatakan lulus, dan kami pulang kembali ke Jakarta. Untuk sementara, kami tinggal di rumah nenek, tepatnya orang tua dari mama saya, yang dulu bekerja sebagai direktur direktorat TK-SD di Departemen Pendidikan Nasional. Kedua orang tua saya tidak kembali pada pekerjaan lamanya masing-masing. Papa memutuskan untuk menjadi wiraswasta, ia mengelola sebuah perkebunan bunga dan menjual bunganya pada tukang dekor pernikahan dan acara-acara resmi. Mama memutuskan untuk menjadi seorang guru di sebuah sekolah internasional bernama High Scope.
Pada saat itu, seharusnya saya sudah memasuki kelas TK-A. Namun, saya nyatanya diharuskan untuk mengulang play group untuk 1 tahun lagi, dengan alasan saya tidak bisa berbicara bahasa Indonesia. Saya akhirnya belajar dan bermain di TK BHAKTI selama 3 tahun. Pada tahun 2000, ketika saya hendak berumur 5 tahun, saya dianugerahkan seorang adik laki-laki oleh Allah. Ia lahir pada tanggal 8 November 2000 di RS Harapan Kita, sama seperti dimana saya dilahirkan. Ia diberi nama Emir Eranoto Dipasena, dimana Emir artinya adalah raja, Eranoto adalah bahasa jawa dari “jaman yang mengatur” dan Dipasena hanya sebuah kemiripan dengan Perkasena. Saya sangat senang mendapat adik baru, walaupun terkadang suka menyebalkan melihatnya merengek dan menangis, tetapi saya tetap sangat senang.
Beberapa saat setelah adik saya lahir, keluarga kami akhirnya pindah ke rumah kami sendiri. Kami tinggal di sebuah rumah di daerah Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Pada usia ini juga, saya diikutkan les musik untuk pertama kalinya di Yamaha. Orang tua saya tahu bahwa saya menyukai musik dan sudah mengenalnya sejak kecil, dan mereka ingin saya mempelajarinya sejak dini. Dan karena saya masih kecil pada waktu itu, mereka memasukkan saya kedalam les yang berbentuk grup, dimana proses pembelajarannya tidak dilakukan sendirian, tetapi bersama anak-anak lainnya, agar saya tidak merasa sendirian dan kesusahan. Saya mengikuti kegiatan ini juga mendapat dukungan dari nenek dan kakek saya yang rupanya juga orang-orang yang mendalami musik. Di saat TK, mama saya sering sekali mengikutkan saya pada lomba-lomba kesenian, seperti modeling, menari, senam riang, dan paduan suara. Saya juga suka sekali dengan kegiatan menari pada waktu itu, dan kami berhasil menjuarai beberapa perlombaannya, salah satunya adalah lomba menari di Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) 2001.
Bersama adik, Emir.
Bersama papa, mama, dan Emir.
Bersama keluarga besar papa.
Pada tahun 2004, kelas 3 SD, mama saya menambahkan les piano privat ke dalam jadwal kegiatan saya waktu itu. Tidak hanya itu saja, ia juga memasukkan saya ke kursus menyanyi Bina Vokalia. Awalnya saya kesal membayangkan betapa banyaknya waktu yang akan tersita untuk itu semua, tetapi saya ternyata menikmatinya, dan pengalaman-pengalaman yang didapatkan dari situ luar biasa. Saya adalah salah satu orang yang suka kegiatan seni. Maka dari itu, saya juga mengambil “tari” sebagai ekstrakulikuler saya. Kami juga sering diajak tampil untuk mengisi acara. Salah satunya yang paling berkesan adalah ketika kami tampil di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), lagi-lagi di Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS).
Pada tahun 2006, mama saya sudah tidak lagi bekerja menjadi guru. Namun, ia memutuskan untuk menjadi wiraswasta, ia mengambil alih perkebunan bunga yang dulu dimiliki oleh papa saya dan membuka usaha dekor sendiri. Sementara papa saya, ia bekerja di sebuah perusahaan milik keluarga besar, yaitu sebuah perumahan, developer dan properti. Kemudian pada tahun 2007, saya mengikuti kegiatan yang disebut Homestay. Homestay merupakan sebuah kegiatan dimana saya akan pergi keluar negeri bersama teman-teman homestay lainnya, dan tinggal disana selama 2 minggu. Pada kesempatan itu, saya pergi ke Gold Coast dan Sidney, di Australia. Kegiatan ini salah satu yang menurut saya sangat menyenangkan dan ingin saya lakukan lagi, walaupun belum ada kesempatan lagi sampai sekarang.
Namun di tahun terakhir, saya harus menghentikan kegiatan-kegiatan tersebut untuk sementara dan fokus pada ujian akhir yang hendak saya hadapi untuk melanjutkan sekolah ke SMP. Alhamdulillah berkat dari kerja keras, nilai UAN saya memuaskan dan diterima di salah satu SMP Negeri terfavorit di Jakarta. Saya sangat senang dan merasa telah mendapatkan 6 tahun yang sangat luar biasa. Saya memiliki teman-teman yang sangat hebat dan asik, kami sangat kompak dan kami menyayangi satu sama lain.
Yamaha Music Festival 2007
Sahabat-sahabat dari SD Bhakti
Homestay di Goldcoast, Australia 2007
Sidney, Australia 2007
“Tujuan hidup adalah untuk membahagiakan orang lain” – Dinno Pulung (Papa)
“Jangan selalu memandang ke atas, tapi juga harus memandang yang di bawah kita” – Arifitri Aulia (Mama)
“Bertemu orang lain adalah kaca yang paling jujur memperlihatkan siapa dirimu” – Frida Chan (Guru piano)Menginjak tahun 2008, saya akhirnya menduduki bangku SMP di SMPN 19 Jakarta. Saat memasuki sekolah ini, bakat pertama yang saya tonjolkan adalah kemahiran berbahasa Inggris saya. Dan Alhamdulillah, ternyata bakat ini diapresiasikan oleh guru-guru bahasa inggris senior di sekolah itu. Salah satu pengalaman menarik yaitu baru saja 2 minggu bersekolah di situ, saya mendapat kesempatan untuk menjadi MC di sebuah acara penyambutan pertukaran pelajar dari Singapur. Kemudian di kelas 8, saya diikutkan dalam berbagai lomba bersama teman saya seperti pidato, storytelling, dan sebagainya. Tetapi, lomba yang paling berkesan bagi saya adalah pada saat meraih juara lomba debat bahasa Inggris nasional. Itu adalah lomba pertama kami dan kami mengikutinya sebagai junior, dan berhasil menjuarainya adalah suatu kepuasan dan kebanggaan yang besar, sebab sertifikat yang diperoleh sangat berguna sebagai berkas untuk mendaftarkan diri ke SMA kelak.
Di SMP, saya menjadi pengurus organisasi sekolah dan menjabat sebagai Ketua MPK (Majelis Perwakilan Kelas) periode 2010-2011. Kemudian saya mengikuti ekstrakulikuler cheerleading/pemandu sorak. Tim sekolah saya bernama REDS, dan REDS dikenal sebagai juara bertahan dalam NCC (National Cheerleading Championships). NCC merupakan sebuah perlombaan yang sangat besar di bidang cheerleading yang diselenggarakan setiap tahun. Pada NCC 2010, REDS angkatan saya meraih peringkat 6 dari berpuluh-puluh peserta. Walaupun tidak menjadi nomor satu, saya merasa sangat bangga dengan tim saya. Di luar NCC, kami juga banyak menjuarai beberapa perlombaan di sekolah lain. Kami juga mengisi beberapa acara, baik sekolah maupun luar sekolah, seperti menyambut tamu sekolah, pembukaan OSN 2011, dan lain lain.
Memang sangat menyenangkan dan mengesankan mengikuti kegiatan tersebut, dimana sebenarnya saya ingin sekali melanjutkannya diwaktu SMA. Di kelas 8 juga, saya mulai memiliki ketertarikan untuk belajar piano pop. Jadi, mama dengan segera memasukkan les piano pop privat ke dalam jadwal kegiatanku. Ketiga les piano tersebut masih saya tekuni hingga sekarang. Setiap tahun, Yamaha mengadakan Yamaha Music Festival, sebuah festival musik yang mengharuskan setiap anak siswa untuk menampilkan kreativitasnya, baik individu maupun grup. Karena saya ingin sekali menyelesaikan akademi ini lalu lulus dan mendapat sertifikat resmi dari Yamaha yang membuat saya bisa menggapai cita-cita lebih tinggi lagi.
Ketika berada di bangku kelas 1 SMP, saya juga mendapat kesempatan untuk mengikuti pertukaran pelajar ke Pangkal Pinang. Pengalaman yang didapatkan juga tidak kalah menarik dengan sewaktu saya pergi Homestay. Di sana saya diajarkan bahwa segala sesuatu yang asli milik kita sendiri, itu jauh lebih berharga dari apapun yang ada di dunia ini jika itu milik orang lain. Sangat menyenangkan.
Lalu pada awal kelas 9, saya mulai menunjukkan bakat musik saya. Guru-guru di sekolah dulu suka mengizinkan saya keluar jam pelajaran hanya untuk memainkan piano untuk menghibur para tamu sekolah. Saya juga mendapat kesempatan untuk bernyanyi dan berkolaborasi dengan teman-teman saya saat acara Prom Night. Kemudian apabila sedang diselenggarakan acara angkatan, teman-teman saya suka meminta untuk dihibur dan mengiringi mereka bernyanyi. Saya sangat mencintai momen-momen itu, karena bukan masalah sempurna atau tidaknya penampilan itu, tetapi tentang bersenang-senang. Kalau kata papa saya, “yang penting hepi!”
Pada tahun terakhir, tibalah ujian akhir yang saya harus hadapi untuk melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Akhir (SMA). Lebih tepatnya pada semester terakhir, kegiatan-kegiatan yang ada saya hentikan dulu semua untuk sementara, dan fokus pada pelajaran sekolah. Beberapa bulan sebelum waktu ujian itu tiba, saya dinyatakan telah diterima di SMA Labschool Kebayoran. Rasanya sangat senang dan melegakan, karena setidaknya saya sudah mendapat bangku di salah satu sekolah terfavorit di Jakarta. Saya pun yang awalnya masih bimbang untuk memutuskan apakah ingin memasuki SMA Negeri atau swasta, menjadi yakin untuk memilih Labschool sebagai SMA saya.
Walaupun begitu, saya tahu bahwa saya harus tetap fokus belajar untuk dapat lulus dengan mencapai nilai yang baik dalam ujian akhir. Alhamdulillah, setelah bekerja keras selama kurang lebih 6 bulan, hasil ujian akhir saya memuaskan. Baik ujian sekolah maupun ujian Nasional. Mama dan papa saya juga mengatakan bahwa mereka sangat bangga pada hasil yang saya dapatkan. Mereka mengatakan bahwa saya sudah bisa membuktikan tanggung jawab, dan bisa mengimbangi antara bergaul dan bermain, dengan prestasi sekolah
Di SMP, saya menjadi pengurus organisasi sekolah dan menjabat sebagai Ketua MPK (Majelis Perwakilan Kelas) periode 2010-2011. Kemudian saya mengikuti ekstrakulikuler cheerleading/pemandu sorak. Tim sekolah saya bernama REDS, dan REDS dikenal sebagai juara bertahan dalam NCC (National Cheerleading Championships). NCC merupakan sebuah perlombaan yang sangat besar di bidang cheerleading yang diselenggarakan setiap tahun. Pada NCC 2010, REDS angkatan saya meraih peringkat 6 dari berpuluh-puluh peserta. Walaupun tidak menjadi nomor satu, saya merasa sangat bangga dengan tim saya. Di luar NCC, kami juga banyak menjuarai beberapa perlombaan di sekolah lain. Kami juga mengisi beberapa acara, baik sekolah maupun luar sekolah, seperti menyambut tamu sekolah, pembukaan OSN 2011, dan lain lain.
Memang sangat menyenangkan dan mengesankan mengikuti kegiatan tersebut, dimana sebenarnya saya ingin sekali melanjutkannya diwaktu SMA. Di kelas 8 juga, saya mulai memiliki ketertarikan untuk belajar piano pop. Jadi, mama dengan segera memasukkan les piano pop privat ke dalam jadwal kegiatanku. Ketiga les piano tersebut masih saya tekuni hingga sekarang. Setiap tahun, Yamaha mengadakan Yamaha Music Festival, sebuah festival musik yang mengharuskan setiap anak siswa untuk menampilkan kreativitasnya, baik individu maupun grup. Karena saya ingin sekali menyelesaikan akademi ini lalu lulus dan mendapat sertifikat resmi dari Yamaha yang membuat saya bisa menggapai cita-cita lebih tinggi lagi.
Ketika berada di bangku kelas 1 SMP, saya juga mendapat kesempatan untuk mengikuti pertukaran pelajar ke Pangkal Pinang. Pengalaman yang didapatkan juga tidak kalah menarik dengan sewaktu saya pergi Homestay. Di sana saya diajarkan bahwa segala sesuatu yang asli milik kita sendiri, itu jauh lebih berharga dari apapun yang ada di dunia ini jika itu milik orang lain. Sangat menyenangkan.
Lalu pada awal kelas 9, saya mulai menunjukkan bakat musik saya. Guru-guru di sekolah dulu suka mengizinkan saya keluar jam pelajaran hanya untuk memainkan piano untuk menghibur para tamu sekolah. Saya juga mendapat kesempatan untuk bernyanyi dan berkolaborasi dengan teman-teman saya saat acara Prom Night. Kemudian apabila sedang diselenggarakan acara angkatan, teman-teman saya suka meminta untuk dihibur dan mengiringi mereka bernyanyi. Saya sangat mencintai momen-momen itu, karena bukan masalah sempurna atau tidaknya penampilan itu, tetapi tentang bersenang-senang. Kalau kata papa saya, “yang penting hepi!”
Pada tahun terakhir, tibalah ujian akhir yang saya harus hadapi untuk melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Akhir (SMA). Lebih tepatnya pada semester terakhir, kegiatan-kegiatan yang ada saya hentikan dulu semua untuk sementara, dan fokus pada pelajaran sekolah. Beberapa bulan sebelum waktu ujian itu tiba, saya dinyatakan telah diterima di SMA Labschool Kebayoran. Rasanya sangat senang dan melegakan, karena setidaknya saya sudah mendapat bangku di salah satu sekolah terfavorit di Jakarta. Saya pun yang awalnya masih bimbang untuk memutuskan apakah ingin memasuki SMA Negeri atau swasta, menjadi yakin untuk memilih Labschool sebagai SMA saya.
Walaupun begitu, saya tahu bahwa saya harus tetap fokus belajar untuk dapat lulus dengan mencapai nilai yang baik dalam ujian akhir. Alhamdulillah, setelah bekerja keras selama kurang lebih 6 bulan, hasil ujian akhir saya memuaskan. Baik ujian sekolah maupun ujian Nasional. Mama dan papa saya juga mengatakan bahwa mereka sangat bangga pada hasil yang saya dapatkan. Mereka mengatakan bahwa saya sudah bisa membuktikan tanggung jawab, dan bisa mengimbangi antara bergaul dan bermain, dengan prestasi sekolah
SMPN 19 ANGKATAN 22
REDS CHEERLEADING TEAM 2010
Sahabat-sahabat dari SMPN 19
.Lomba debat bahasa Inggris Nasional, 2009
Seiring dengan berjalannya waktu, saya juga telah menemukan cita-cita saya. Sejak kecil, saya memang selalu ingin menjadi dokter jika sudah besar. Hingga sekarang pun, saya masih bercita-cita menjadi seorang dokter. Dokter kulit lebih tepatnya. Karenanya, saya ingin meneruskan sekolah saya ke fakultas kedokteran di perguruan tinggi nanti. Lalu setelah saya sukses menjadi dokter kulit, insyallah, saya juga ingin mengelola sebuah klinik kulit dan muka. Kata mama saya, segala sesuatu yang diinginkan harus ada usaha, kemauan dan keseriusan. Kalau sudah bekerja maksimal, juga diimbangi dengan ibadah dan doa, insya Allah Allah akan memberikan jalannya. Di samping itu, saya juga ingin meneruskan hobi saya, musik, menjadi sesuatu yang berguna. Setelah lulus dari Yamaha, saya ingin mengajar piano sekaligus mengelola sebuah sekolah musik. Dengan adanya begitu banyak mimpi dan keinginan, saya tetap tidak boleh kehilangan fokus dalam meraihnya. Dan sebagai seorang pelajar, prioritas saya adalah serius dalam belajar dan mengejar perguruan tinggi yang bagus. Dari situ, saya baru bisa meneruskan hidup saya yang masih berlanjut dan akan terus berlanjut, ke jenjang berikutnya.
0 comments:
Post a Comment