Tugas 2 - Membukukan Masa Silam: Belajar Dari Perjalanan 15 Tahun


MASA BALITA

          Ega Adiwena adalah nama panjang saya, biasa dipanggil Ega. Penghuni rumah bernomor 6 yang terletak di Jalan Cimandiri 3 blok FF 8, Bintaro Jaya sektor 6. Saya lahir di Jakarta, tepatnya di Rumah Sakit Asih pada hampir pertengahan tahun 1996, yaitu bulan Mei tanggal 13. Banyak orang yang berpendapat jika angka 13 merupakan angka sial, tapi banyak yang tak dapat membuktikan kebenarannya. Saya dan kakak saya yang bernama Etsa Amanda, lahir di Pekalongan pada 27 Juli 1994, adalah anak dari Sri Ida Murtini dan Dwiyanto Hadisaputro.
          Di masa balita, saya disekolahkan di playgroup High Scope, sebuah sekolah kecil yang letaknya tak jauh dari rumah saya. Disana saya belajar membaca, menulis dan berbicara bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Banyak hal menyenangkan terjadi pada masa itu, saya sering sekali menginap di tempat adik dari ayah saya. Rumahnya berjarak lumayan jauh dari tempat tinggal saya, namun pemandangan dan lokasinya sangat menenangkan pikiran, aliran sungai kecil dan banyak wilayah hijau yang masih terawat. Saya sering menginap disana selama beberapa hari, sampai tante saya mempunyai anak pertamanya bernama Tatya yang lahir di luar negeri. Ibu dan ayah saya juga sering berkata, “Kalo adek nginep disana, susah pulangnya, karena gak mau diajak pulang.” Saya hanya cengangas-cengenges ketika mendengarkan perkataan mereka pada waktu itu.        
          Setelah saya beranjak dari playgroup, saya disekolahkan di taman kanak-kanak An-Nisaa. Banyak teman dan pengalaman menyenangkan yang saya peroleh disana. Terutama saat kelas kami mendapat giliran untuk bermain di sebuah ruang yang bagi saya dulu, merupakan taman bermain. Ada perosotan, mandi bola, dan rumah-rumahan yang cukup besar, mungkin karena dulu saya sangatlah kecil. Saya sempat sekelas dengan anak yang bernama Akbar Rizky Laksana. Ia merupakan siswa yang sekelas dengan saya 3 tahun di SMP nantinya. Sekitar 2 tahun saya berada di taman kanak-kanak, sampai akhirnya saya menuju ke sekolah dasar. Ketika sekolah tersebut sempat diperbaharui dan ditambah permainannya, kami semua sangat berbahagia. Setiap istirahat, bersama-sama kami menuju tempat bermain yang letaknya di lantai 1, dan langsung menyerbu masing-masing permainan. Permainan yang banyak diminati waktu itu ialah perosotan yang menurut saya waktu kecil lumayan tinggi. Disitu kami menciptakan beragam permainan, seperti kejar-kejaran maupun buaya-buayaan. Terdapat banyak canda tawa saat itu.
         
 
FOTO BALITA




MASA SD

          Alangkah senangnya ketika dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah dasar. Saya melanjutkan dari TK An-Nisaa ke SD An-Nisaa. Tak sedikit teman baru yang saya peroleh saat itu. Teman terbaik yang sekaligus merupakan sahabat dekat saya pada waktu itu ialah teman sekelas saya yang bernama Yoga Wangmahendra Alam, atau biasa dipanggil Yoga. Berawal ketika jam pulang sekolah, saya dan Yoga sedang menunggu supir untuk menjemput kami pulang, namun saat mobil saya sudah datang dan siap untuk menjemput, Yoga masih saja menunggu mobil yang dikendarai oleh mamanya. Sayapun mengajaknya untuk ikut ke rumah saya, lalu menelfon mamanya untuk menjemputnya dirumah saya. Karena sekolah sudah terlihat sepi, maka Yoga menerima ajakan saya. Saya dan Yoga menyempatkan diri untuk bermain sejenak, menunggu mamanya datang untuk menjemput. Tak lama kemudian, mobil Jazz berwarna biru muda datang dan parkir di depan rumah saya. Mamanya Yoga yang saya panggil tante Maya keluar dan menjemput Yoga, tak lupa untuk berterima kasih kepada ibu saya. Benerapa hari kemudian, saya diajak Yoga untuk bermain dirumahnya. Setelah mendapat izin dari orang tua, saya berangkat menuju rumahnya yang terletak di BSD, Bumi Serpong Damai. Sesampainya disana, ia mengajak saya untuk mengendarai sepeda mengelilingi komplek perumahannya, namun saya yang kurang mahir bersepeda pada waktu itu merasa kurang yakin. Tapi apa boleh buat, kami akhirnya memutuskan untuk bersepeda. Menjelang sore, orang tua saya datang untuk menjemput, dan tiba-tiba Yoga memberikan sepeda yang saya kendarai tadi. Walaupun terjadi berdebatan karena tidak enak untuk menerimanya, akhirnya orang tua saya menerima pemberian dari orang tua Yoga. Dari situlah saya mendapatkan sepeda tinggi pertama. Semenjak bersepeda dengan Yoga, saya menjadi gemar bersepeda dengan ayah saya ke berbagai tempat, seperti bsd dan bermain di gundukan tanah yang sekarang sudah menjadi Giant Supermarket.
          Beranjak ke kelas 2, kelas saya mendapat anak baru, yaitu Fadel, seorang anak yang nantinya sekelas kembali dengan saya pada waktu SMA. Ia merupakan teman yang baik, karena waktu itu, ia mengajar kebanyakan siswa kelas kami untuk menghafal surat Al-Humazah. Namun ia tidak melanjutkan ke sekolah yang sama ketika kelas 3, melainkan pindah ke sekolah yang lain. Kejadian tak diinginkan terjadi pada masa ini, teman saya yang bernama Shadiq terpeleset dari tangga yang menyebabkan kepalanya terbentur salah satu anak tangga and akhirnya bocor / luka. Kami semua merasa simpati dengannya, karena ia harus dilarikan ke rumah sakit. Namun beberapa bulan kemudian, ia terpaksa meninggalkan Indonesia karena pekerjaan ayahnya di luar negeri. Naik ke kelas 4 bertanda naiknya pula tingkat kesulitan pada setiap mata pelajaran. Saat ulangan mendadak mata pelajaran IPS tentang sejarah peperangan di Indonesia, saya sempat mendapat nilai 4, sedangkan yang lain setara dengan saya. Nilai tersebut sungguh mengecewakan dan menakuti kami semua, karena kami tahu bahwa ayah dan ibu akan marah nantinya. Karena tidak mau mengulangi kejadian itu, maka saya bertekat untung belajar lebih giat lagi. Pada kelas 4 ini juga saya sekelas dengan beberapa teman yang sangat dekat dengan saya, beberapa diantaranya ialah Adrino Ilham Aziz yang biasa dipanggil Rino, Randa Kelvin yang biasa dipanggil Randa, Rizki Taufik Megananda W. yang biasa dipanggil Rizki, dan Adhitama Wira Putra yang biasa dipanggil Adhi. Semuanya bersahabat dekat dan bertempat tinggal berdekatan sampai Randa pindah rumah ke Brawijaya.
          Cerita lucu terdapat di kelas ini, saat makan siang, salah satu dari teman saya tidak mendapatkan sendok, maka dari itu, guru saya menyuruh Nanda untuk mengambilkannya sendok di dapur sekolah. Beberapa menit teman saya menunggu Nanda, sampai akhirnya ia datang dengan sendok yang ia dapat dari dapur. Semua anak sampai guru tertawa saat melihatnya, bukannya membawakan sendok makan, ia melainkan membawa sendok sayur / nasi untuk temannya. Saat kelas 4 pula saya diajak oleh orang tua untuk pergi ke luar negeri pertama kali, yaitu ke Singapura. Awalnya, kami pergi ke Batam untuk bertemu dengan bude saya yang kebetulan salah satu anaknya kerja di Singapura, sedangkan anaknya yang lain kerja di Dubai. Bude saya menempati sebuah apartemen yang tak jauh dari bandara. Dari atas sana, kita dapat dengan jelas melihat / mengamati Singapura saat malam hari. Setelah berbincang-bincang, kami dan bude saya menuju ke pelabuhan untuk berlayar ke Singapura. Setelah sampai, kami check-in pada salah satu hotel disana, lalu dilanjutkan dengan beristirahat. Beberapa hari kami bersenang-senang disana, sampai suatu saat, orang tua saya ingin kembali ke Jakarta, sedangkan saya dan kakak saya dititipkan di salah satu apartemen yang ditempati oleh saudara saya (Anak dari bude saya). Kemandirian mulai diuji saat saya dan kakak saya tinggal disana. Kami harus merapikan baju maupun perlengkapan kita sendiri. Yang penting jangan sampai merepotkan orang lain yang tinggal disana. Kami mengunjung beberapa tempat yang menakjubkan seperti air mancur terbesar, Science Center, Jurong Bird Park, dan masih banyak lagi. Saat menunggu bis disebuah halte, bude saya sempat berkata, “Nanti kalau naik bis, siapin kartunya ya, biar nanti gak repot. Ega kan masih suka lupa-lupa alias pelupa, hehe..” Karena saya dulu masi asing dengan negara lain, sayapun lupa untuk menyiapkan kartunya. Alhasil, setelah bis berhenti di depan apartemen tempat saya tinggal, saya kerepotan untuk membayarnya. Kakak dan bude saya sudah terlanjur turun menuju apartemen tersebut, sedangkan saya masi merogoh-rogoh kantong mencari kartu tersebut. Dengan panic, bude saya menyuruh kakak saya untung pulang, sedangkan beliau sendiri melompat ke dalam bis tepat sebelum pintunya menutup. Terpaksa, kami harus menunggu halte selanjutnya sambil menikmati pemandangan. Setelah beberapa menit, kami berhasil turun dan berjalan pulang menuju apartemen.  Karena waktu liburan yang hampir habis, maka kami terpaksa pulang dan orang tua kami menjemput di Batam untuk kembali ke Jakarta. Saya dapat menyimpulkan bahwa tahun saat saya berada di kelas 4 merupakan tahun yang tak terlupakan. Sewaktu liburan kenaikan, saya sempat susah menghabiskan nasi yang saya ambil sendiri, tidak tahu kenapa alasannya. Mungkin karena kesal, saudara-saudara saya sering berkata, “Nasinya abisin, nanti kalo ga abis, nasinya nangis lho!” Begitu juga ketika saya tidak menghabiskan sayur di piring saya, “Sayurnya abisin, nanti kalo ga abis, sayurnya nangis lho!” Sayapun berpikir-pikir, bagaimana bisa kalau sayur dan nasi menangis ketika saya tidak habiskan, mereka kan tidak kesakitan ketika saya gigit, mengapa harus menangis saat saya tidak siksa mereka? Pertanyaan itu terus menghantui pikiran sampai ibu saya menjelaskan yang sebenarnya.
          Beranjak ke kelas 5, saya menempati kelas 5Y. Uniknya berada di SD An-Nisaa, yaitu nama kelas tergantung dari nama panggilan wali kelas tersebut, sehingga wali kelas merasa lebih dihargai dengan cara tersebut. Dikelas 5 ini, saya sempat bermain dengan Bregas, ia anak yang kocak dan juga seru. Kami senang bermain sandal bersama-sama, yaitu dengan melemparkan ke teman lainnya. Namun, saat saya melempar ke arahnya, tak sengaja sandal tersebut melayang dan mengenai mukanya, iapun tampak kesakitan. Saya lalu bertanya apa yang terjadi padanya. Dia dengan polosnya menjawab, “Aduh Ga, gua kelilipan sendal…” mendengar perkataannya, saya tertawa dan lupa kalau dia sedang kesakitan. Saat di kelas 6, saya menemukan sejuta masalah, mulai dari ujian praktek, UAS, mencari sekolah untuk SMP, sampai UASBN yang diadakan tepat pada hari ulang tahun saya, 13 Mei. Sedikit demi sedikit masalah saya lalui, sampai akhirnya saya lulus dan melajutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama.
         

FOTO SD










MASA SMP

          Saya berhasil lulus tes penerimaan siswa baru di SMP Labschool Kebayoran, sehingga secara otomatis, sekolah tersebut merupakan tempat saya mencari ilmu di SMP. Seperti biasa, bagi murid baru harus mengikuti kegiatan Fresh School Day, atau bisa disebut juga MOS. Berlangsung selama 5 hari, MOS ini berlangsung lumayan seru sekaligus tegang. Seusainya kegiatan MOS, maka pada hari Senin akan diberitahukan pengumuman tentang pembagian kelas. Tak disangka-sangka, saya kembali sekelas dengan Akbar (Teman kanak-kanak saya) walaupun saya baru mengenalinya beberapa bulan kemudian. Setahun kemudian, saya menginjak kelas 8 atau kelas 2 SMP. Disini, saya mendapat kelas yang sangat solid dan saling memahami satu sama lain. Disini juga saya mendapat teman bernama Luqman Indra Pambudi S., biasa dipanggil Luqman. Ia merupakan anak lelaki dari Sri Mulyani, menteri keuangan pada saat itu. Kebanyakan kegiatan berlangsung di rumahnya, karena memang rumahnya tergolong dalam kategori besar. Namun ketika kasus Bank Century membuat tante Sri Mulyani harus turun jabatan, Luqman juga akan  meninggalkan Indonesia dikarenakan oleh undangan pekerjaan mamanya di Amerika. Kami sekelaspun mengadakan acara perpisahan untuknya disebuah villa milik teman sekelas kami. Pada akhirnya, kami semua naik ke kelas 9, atau 3 SMP. Jadwal kami menjadi semakin padat dikarenakan oleh pengayaan yang dilakukan setiap hari untuk mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional. Disamping itu, kelas yang saya tempati berisi oleh anak-anak yang pandai melawak, seperti Gilang Kurnia dan Muhammad Rafi Helmi Mubarak. Kelas terasa lebih hidup jika mereka berdua masuk dan membuat ulah. Setiap hari kita ditemani oleh tawa yang mereka perbuat. Namun aja juga waktunya ketika semua laki-laki di kelas saya mendapat teguran dari guru bimbingan konseling. Salah satu dari kami menyebarkan jawaban pada saat pengayaan kepada semua anak laki-laki. Malangnya, guru mata pelajaran datang dan melihat beberapa anak sedang menyalin jawaban, sehingga kami semua terkena marah dan dikeluarkan dari kelas pengayaan untuk diberi nasehat oleh guru bimbingan konseling, Setelah kejadian tersebut, kami semua memutuskan untuk tidak mengulanginya lagi dan meminta maaf kepada guru yang bersangkutan. Orangtua saya juga sempat berkata, “Kalo sudah di SMP kelas 3, jangan main-main dan buang-buang waktu lagi. Nanti bisa ngerugiin diri sendiri.” Mendengar perkataan bijak dari orangtua, saya sedikit demi sedikit mampu mengurangi bermain dan dapat memanfaatkan waktu dengan semestinya. Saya dan beberapa teman lainnya sempat dipilih menjadi panitia buku kenangan. Walaupun sedikit sulit, namun hasil yang dicapai sungguh memukau. Semua anak senang pada buku kenangan yang panitia ciptakan. Pada bulan April, kami seangkatan berjuang melawan Ujian Nasional. 3 hari yang sulit ditempuh bersama-sama, sampai akhirnya kami semua lulus dengan nilai yang memuaskan dan dilanjutkan dengan acara Celebration Day untuk mengakhiri semua jeri payah yang telah dilakukan selama 3 tahun ini. Dilanjutkan pula dengan libur panjang yang sekaligus mengantar ke SMA.


FOTO SMP
         



 





         15 tahun telah saya lalui dengan senang maupun duka. Banyak hal yang dapat saya pelajari dalam 15 tahun yang terasa begitu singkat. Sungguh sebuah sejarah yang tak terlupakan.           
                                                                                                                            

0 comments:

Post a Comment

 

Copyright © 2010 Historical X For Labsky, All Rights Reserved. Design by DZignine