MASA BALITA
Pada masa inilah saya memulai perjalanan saya. Tepat pukul setengah lima sore di Rumah Sakit Graha Medika, saya dilahirkan ke dunia. Hari itu adalah hari Sabtu, lebih tepatnya lagi tanggal 9 November tahun 1996, yang merupakan sebuah kebetulan karena ayah saya juga dilahirkan pada tanggal 9, meskipun bulannya berbeda. Saya dilahirkan oleh ibu saya secara normal dengan berat badan 3 kg dan panjang kurang lebih 52cm.
Seteleh membolak-balik halaman di kitab suci Al-Qur’an beberapa saat, akhirnya ayah saya menemukan nama yang sempurna untuk saya. Ayah saya memberikan nama Ghina Karisma untuk saya, namun saya biasa dipanggil Ghina. Ghina berarti “kekayaan” dan Karisma berarti suatu “karisma”, dengan harapan di masa depan nanti saya akan menjadi orang yang kaya dan berkarisma.
Di Rumah Sakit Graha Medika saya hanya menginap selama 3 hari dan kemudian saya segera dibawa pulang. Namun, saat di rumah secara tiba-tiba tubuh saya berubah warna menjadi warna kuning. “Kamu tuh kurang matahari,” begitu komentar ibu saya. Pada akhirnya ayah dan ibu saya membawa saya ke Rumah Sakit Anak Harapan Kita dan saya pun dirawat kembali di dalam inkubator. Di rumah sakit tersebut, saya tidak berlama-lama dirawat. Tubuh saya dengan cepat pulih dan akhirnya dokter mengizinkan saya untuk dibawa kembali kerumah setelah dirawat selama satu malam saja.
Sesampainya di rumah, kakak saya satu-satunya yang bernama Baladika Eka Putra dan pada waktu itu berumur 2 setengah tahun, memukul saya ketika saya sedang berbaring dengan tenang di dalam boks bayi tanpa alasan yang jelas. Mungkin ia hanya merasa heran dengan kehadirannya seorang bayi di rumah. Tentu saja, sejak kejadian itu saya selalu dijaga oleh ibu saya agar kakak saya tidak melakukan hal-hal yang aneh lagi. Ia memang agak usil.
Rambut saya yang sangat keriting mulai terlihat saat saya mengijak usia 1 tahun. Pada saat itu saya dijaga oleh seorang baby sitter di rumah karena kedua orangtua saya harus bekerja. Pada masa-masa inilah pula saya mulai belajar berjalan. Ayah dan ibu saya akan duduk di lantai dengan jarak sekitar satu meter yang memisahkan mereka dan saya akan mencoba berjalan bolak-balik dari ayah saya ke ibu saya dan seterusnya. Cara berjalan saya yang tergopoh-gopoh akan membuat kedua orangtua saya tertawa.
Saat saya berumur 3 tahun, saya dimasukkan ke Playgroup Al-Azhar yang terletak di Bintaro sektor 4, cukup dekat dengan rumah saya yang berada di sektor 9. Saya selalu dikuncir dua saat bersekolah, atau terkadang membiarkan rambut saya tergerai dengan bandana di atas kepala saya. Entah kenapa rambut saya yang dulunya sangat keriting menjadi lurus dengan sendirinya. “Rambut kamu kok sekarang lurus sih, Ghin? Padahal, waktu kecil itu keriting banget,” komentar ibu saya.
Di Playgroup, tentu saja yang saya lakukan hanyalah bermain setiap saat. Saya ingat setiap harinya anak-anak bergiliran untuk membawa foto mereka sendiri yang dicetak dengan ukuran besar dan diperbolehkan membawa mainan-mainan mereka sendiri. Hari itu bisa dibilang sebagai “hari mereka”. Saat giliran saya, saya membawa banyak boneka Barbie dan mainan rumah-rumahan.
Ulang tahun saya yang ke-4 dirayakan di sekolah. Guru saya akan menulis “Happy Birthday Ghina” dengan gambar-gambar balon dan hiasan lainnya di sekitarnya besar-besar di papan tulis. Saya duduk di depan kelas dengan kue di depan dan teman-teman saya akan menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk saya. Saya ingat saat teman-teman saya maju untuk memberikan kado untuk saya, saya akan berpura-pura membaca kartu ucapan yang tertempel di atasnya, padahal saya belum bisa membaca.
Kemudian, tentu saja, saya akhirnya benar-benar belajar membaca. Saat saya berumur 4 setengah tahun, saya sudah bisa membaca dan menulis. Pada waktu itu saya bersekolah di TK Islam Al-Azhar Bintaro. Saya adalah orang pertama di antara teman-teman saya yang bisa menulis dan membaca. Saya juga gemar mewarnai dan menggambar, dan menurut guru saya, gambar saya adalah gambar yang paling bagus di kelas dan saya yang mewarnainya paling rapi.
Saat TK, menurut ibu saya, saya adalah anak yang sangat berani dan senang sekali tampil di atas panggung. Setiap ada lagu saya akan langsung menari. Saya juga suka mengikuti lomba busana muslim di sekolah dan saya sangat gemar dirias.
Hal yang paling lucu adalah, pada waktu TK, saya, keluarga saya, dan beberapa om dan tante saya berlibur ke Anyer. Saat bermain di pantai, saya takut sekali oleh ombak dan langsung menangis bila ada ombak yang datang dan mengenai saya, jadi akhirnya saya selalu digendong oleh ayah saya yang kemudian memaksakan saya agar mau turun ke laut tetapi saya terus saja menangis. Saya menyukai pantai, tapi saya tidak berani dengan ombak.
Tahun berikutnya, saya kembali meminta ayah saya untuk mengajak saya ke pantai saat liburan sekolah, dan akhirnya kami sekeluarga berlibur kembali ke Pantai Anyer. Ayahku kembali memaksa saya untuk turun ke laut dan akhirnya saya pun berani dan tidak takut lagi dengan ombak dan sejak saat itu selalu bermain pasir seharian dan berenang di laut, sampai ibu saya berkomentar, “kalo ingat dulu, kamu kena ombak aja takut dan nangisnya minta ampun. Padahal itupun juga dalam gendongan papa kamu. Beda sama sekarang, kamu lebih berani dari mama, menyeberang pulau dengan perahu dan malahan ingin menyelam.”
FOTO MASA BALITA
Umur 1 tahun
Ulang tahun yang ke-4
Liburan ke Anyer
Setelah pentas saat TK B
MASA SD
Saya melanjutkan pendidikan sekolah dasar saya di SD Islam Al-Azhar 17 Bintaro. Saya tidak merasakan perubahan yang begitu banyak, karena gedung TK tempat saya bersekolah dahulu dan gedung SD berjarak cukup dekat. Pada hari pertama saya bersekolah, saya diantarkan oleh ayah saya, namun hanya sampai gerbang depan saja, tidak sampai masuk ke dalam gedung, karena saya sudah cukup mengenal lingkungannya. Sementara anak-anak lain berjalan masuk bersama orangtua mereka masing-masing, saya dengan berani memasuki gerbang sendirian dan segera disambut oleh seorang guru yang membantu saya mencari kelas saya. Di SD Al-Azhar 17 Bintaro, kelas-kelas tidak dinamai dengan alfabet seperti A, B, dan seterusnya, melainkan dengan nama Makkah, Madinah, Mina, dan Arafah. Saya ditempatkan ke dalam kelas 1 Arafah (yang di sekolah lain dinamakan kelas 1D) yang ternyata wali kelasnya adalah guru saya ketika TK B dahulu, bernama Bu Mila. Di kelas 1 Arafah, saya cukup ramah terhadap murid-murid baru yang bukan dari TK Al-Azhar seperti saya, dan saya dengan cepat mendapat teman-teman baru. Alhamdulilah, pada semester pertama di kelas 1 saya mendapat peringkat pertama, namun prestasi saya sedikit menurun pada semester kedua dan saya mendapat peringkat kedua, tetapi saya tidak berkecil hati.
Kesukaan saya berubah saat SD, yang dulunya saya menyukai busana-busana, pada saat itu saya mulai senang membaca buku dan bercerita. Saya gemar membaca buku cerita anak-anak yang dibelikan oleh ayah saya. Kegemaran saya akan bercerita terlihat saat kelas 1 dan kelas 2. Guru saya sering menunjuk saya untuk menjadi narator untuk berbagai macam pentas drama. Selain itu, saya juga pernah ditunjuk untuk menjadi pembawa acara atau MC.
Pada saat saya menginjak kelas 4 SD, saya mulai sibuk sendiri dengan teman-teman saya dan pelajaran yang tiba-tiba saja bertambah sulit. Awalnya saya kesulitan sedikit, karena pada saat kelas 1 sampai dengan kelas 3 saya terbiasa dengan suasana belajar yang santai dan pelajarannya juga cukup mudah. Di kelas 4 ini, saya mulai diperkenalkan dengan ulangan harian, ulangan semester, dan ulangan kenaikan kelas. Namun untungnya saya dapat dengan cepat menyesuaikan diri dan alhamdulillah tidak pernah berada di bawah peringkat 3 besar selama di SD.
Di kelas 4 dan kelas 5, saya pernah ditunjuk untuk mewakili sekolah berkompetisi dalam olimpiade mata pelajaran seluruh Al-Azhar di Indonesia. Mata pelajaran yang saya ikuti adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pada waktu saya kelas 4, olimpiade ini bertempat di Semarang dan mengharuskan saya dan beberapa teman saya yang lainnya untuk menginap selama satu malam. Saya senang sekali waktu itu karena bisa bolos sekolah sehari. Saya ingat sekali pada waktu malam yang seharusnya sudah merupakan jam untuk tidur, saya dan teman sekamar saya bermain kartu Uno dengan diterangi oleh senter karena lampu kamar kami dimatikan agar tidak ketahuan oleh guru-guru. Kami akan berusaha keras untuk menahan tawa kami agar para guru tidak mendengar. Namun, sayangnya saya hanya berhasil mendapatkan peringkat sepuluh besar. Pada olimpiade yang kedua yaitu saat saya kelas 5, olimpiade ini bertempat di Serang yang tentu saja tidak mengharuskan kami untuk menginap. Saya kembali mendapatkan peringkat sepuluh besar.
Masa-masa kelas 6 adalah masa yang paling menyenangkan saat SD, meskipun saya mulai sibuk dengan persiapan untuk menghadapi UASBN dan tes-tes masuk SMP. Kami pun mulai dijejali dengan kegiatan-kegiatan seperti Pendalaman Materi setiap hari Sabtu agar hasil yang didapatkan saat UASBN nanti bisa memuaskan. Kegiatan-kegiatan ini membuahkan hasil untuk saya dan saya bisa mendapatkan NEM yang cukup memuaskan, yaitu 28,80. Kemudian, tibalah waktunya bagi angkatan kami untuk berpisah, karena kami nantinya akan memasuki SMP yang berbeda-beda. Sekolah mengadakan acara perpisahan untuk kami di Lembang, dimana pada saat itu juga informasi mengenai kelulusan kami akan diberitahukan. Guru-guru berusaha untuk membuat acara itu menjadi lebih dramatis dengan menakut-nakuti kami dengan kalimat-kalimat seperti “maaf ya nak, bapak dan ibu sudah berusaha semampu kami.” Namun, pada akhirnya acara itu dipenuhi tangis bahagia karena angkatan kami, angkatan 07, lulus 100%.
Umur 7 tahun
Field Trip kelas 6
Pelulusan
#07
Masa SMP
Berbeda dengan saat TK dan SD, kali ini saya bisa memilih sendiri dimana saya akan melanjutkan SMP. Setelah tes di SMPN 19 dan SMP Labschool Kebayoran dan diterima di kedua SMP, saya pun akhirnya memilih untuk memasuki SMP Labschool Kebayoran, meskipun pada awalnya ayah saya menginginkan saya untuk memasuki SMPN 19 saja. Namun, saya tetap kukuh dengan keinginan saya untuk memasuki SMP Labschool Kebayoran.
Saya cukup kaget ketika memasuki SMP. Semuanya benar-benar berbeda dengan ketika SD dahulu. Mulai dari kegiatan MOS dengan kakak-kakak OSIS dan MPK yang baik namun tegas dalam memberikan arahan-arahan, sampai dengan budaya Labschool seperti salamnya yang menurut saya cukup aneh ketika saya pertama kali mempraktekannya, dan tentu saja lari pagi setiap hari Jum’at. Awalnya saya tidak begitu nyaman dengan kebiasaan lari pagi ini, karena SD saya dulu cukup dekat dengan tempat saya tinggal dan saya tidak perlu bangun terlalu pagi untuk mencapai sekolah sebelum terlambat. Namun, sekarang saya diharuskan untuk sudah berada di sekolah sebelum jam 6 pagi setiap hari Jum’at, ditambah lagi sekarang SMP Labschool berjarak lebih jauh dari tempat saya tinggal. Untungnya saya bisa dengan cepat beradaptasi.
Kekagetan saya bertambah saat saya diterima sebagai siswa akselerasi, dimana siswanya mengikuti program belajar yang dipercepat agar mereka dapat lulus dalam waktu 2 tahun saja. Awalnya, saat mengetahui bahwa saya adalah calon akselerasi, saya tenang-tenang saja dan mengikuti semua tesnya satu persatu dengan santai, karena saya tidak mengira saya akan diterima, mengingat calon akselerasi waktu itu terdiri dari sekitar 60 murid dan yang akan memasuki kelas akselerasi pada akhirnya hanya sekitar 20 orang.
Setelah ibu saya mengikuti rapat pengumuman siswa akselerasi, ibu saya memberitahukan isi amplop putih yang berisi pemberitahuan saya diterima atau tidak kepada saya, dan dari raut muka ibu saya dan senyumnya, saya tahu bawa saya telah diterima, dan kata-kata yang keluar dari mulutnya mengkonfirmasinya. Saya hanya diam saja saat orangtua saya berkata mereka menginginkan saya untuk masuk kelas akselerasi, karena bagaimanapun mereka tahu yang terbaik untuk saya. Saya pun meninggalkan kelas 7C yang bernama 7etCoaster untuk memulai awal yang baru di kelas akselerasi.
Pada awalnya, cukup sulit bagi kami ber-21 untuk menjadi kelas yang kompak, karena kami masing-masing sudah merasa nyaman dengan kelas kami yang dulu. Namun, pada akhirnya kami menjadi kelas yang sangat kompak setelah bersama-sama melalui serangkaian kegiatan seperti moving class setiap akhir semester (yang merupakan semacam kegiatan rekreasi), BIMENSI yaitu kegiatan dimana kami dibina oleh polisi selama 4 hari dan TO UAN bersama angkatan 8 yang nantinya akan menjadi angkatan kami, dan juga bersama-sama melewati tugas karya tulis yang cukup berat bagi kami, yaitu Problem Based Learning, dimana nantinya karya tulis kami akan diuji oleh seorang ahli. Puncaknya adalah masa-masa kelas 9, yaitu saat-saat kami berjuang untuk bisa memperoleh nilai UAN yang maksimal dan bisa memasuki SMA yang kami inginkan. Setelah belajar mati-matian, akhirnya saya mendapatkan NEM yang cukup memuaskan, dan angkatan 8, Scavolendra Talvoreight, lulus 100%.
Banyak sekali kenangan-kenangan di kelas akselerasi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, namun kebersamaan kami selama 2 tahun yang singkat tidak akan saya lupakan. Singkat kata, saya sama sekali tidak menyesal memutuskan untuk memasuki kelas akselerasi. Tentu saja, saya merasa sedih saat harus berpisah dengan kelas ini, meskipun sebagian besar teman-teman saya memasuki SMA yang sama dengan saya, yaitu SMA Labschool Kebayoran. Saya akan sangat merindukan suasana kelas kami.
Namun, semua akhiran ini hanyalah awal dari sesuatu yang baru.
Bersama teman-teman 7C
Bondi Beach, saat Homestay Sydney
Kelas Akselerasi (Hiero9liF) saat moving class terakhir
Lari Pagi Terakhir
Farewell
Bersama teman-teman kelas akselerasi
Ghina Karisma X-F
0 comments:
Post a Comment