Hari Kamis, 21 November 1996, adalah hari saya dilahirkan. “Nur Azzahra Melanavitri Ruskanda”, nama yang cukup panjang untuk diberikan kepada seorang anak, tapi itulah nama yang diberikan kedua orang tua saya kepada saya. Saya adalah anak pertama dari pasangan Ahmad Ruskanda Wirasupena dan Nila Trisnawati. Saya dilahirkan pada jam 10.05 pagi di RSB Limijati yang terletak di Jl. Riau, Bandung. Saya dilahirkan secara cesar dengan bantuan Dr Sofyan Syahid. Saya lahir dengan berat 3,1 kg dan panjang 47cm dengan tanda lahir sebuah garis hitam pada kaki kiri saya. Tentunya saya tidak ingat apa yang terjadi saat dan setelah saya lahir, tapi kata ibu saya pada saat itu semua orang di keluarga saya datang untuk menyambut kelahiran saya.
Setelah keluar dari rumah sakit, saya tinggal di rumah nenek saya di Bandung. Saat saya berumur sekitar 3 bulan, orangtua saya pindah ke Makassar untuk pekerjaan ayah saya. Saya juga dibawa pindah dan tinggal disana. Dari Bandung ke Makassar jaraknya cukup jauh. Kami pergi ke Makassar dengan pesawat. Kalau boleh jujur, saya tidak bisa membayangkan betapa merepotkan membawa bayi yang baru berusia 3 bulan di pesawat. Di Makassar, kami tinggal di sebuah rumah kecil yang sederhana. Kami tinggal disana tidak terlalu lama. Entah karena tidak betah atau pekerjaan ayah sana disana selesai, tapi setelah itu kami pindah lagi ke rumah nenek di Bandung.
Saya teringat cerita kedua nenek saya tentang satu pengalaman saya saat masih bayi yang tentu tidak dapat teringat oleh saya. Hari itu, nenek dan ibu saya sedang pergi, meninggalkan saya sendiri dengan seorang pembantu rumah tangga di rumah nenek. Pembantu itu sedang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah, sedangkan saya sebagai seorang bayi mungkin sedang tertidur. Pada saat pembantu itu sendang menyetrika, ia tiba-tiba tertidur. Entah bagaimana, lalu terjadi kebakaran. Mungkin kebakaran itu cukup besar untuk dapat dilihat tetangga saya, karena saat kebakaran itu terjadi, seorang tetangga menelepon pemadam kebakaran. Untungnya pemadam kebakaran datang cukup cepat untuk menyelamatkan nyawa saya dan nyawa pembantu tadi. “Habis itu, nenek jemput kamu bawa handuk nggendong kamu” begitu kurang lebih kata nenek dari ayah saya. Saya tidak pernah tahu secara detil apa yang terjadi setelah itu, tapi setahu saya pembantu tadi setelah kejadian itu diberhentikan.
MASA BALITA
Pada umur 2 tahun saya disekolahkan di sebuah kelompok bermain di Bandung bersama seorang anak dari teman ibu saya yang bernama putri. Satu kelompok bermain hanya merupakan satu ruangan berbentuk persegi yang berkarpet biru dan berkamar mandi satu. Saya ingat beberapa hal tentang tempat itu. Pertama, disana yang kami lakukan hanyalah bermain. Kedua, saya ingat ada semacam perosotan di dalam ruangan. Ketiga, saya ingat bahwa kamar mandi disana gelap. Dan terakhir, mainan yang disediakan disana di timbun di ember-ember dan kebanyakan mainan itu sudah rusak. Saya bersekolah disana selama kurang lebih satu tahun.
Pada umur 3 tahun, saya disekolahkan di playgroup Tumble Tots Bandung. Entah berapa lama, tapi beberapa bulan kemudian saya dan orangtua saya pindah ke Tangerang. Kami lalu tinggal di sebuah rumah di kawasan sektor 2 Bintaro. Saya tidak ingat banyak tentang tinggal di rumah itu karena kami tinggal disitu hanya sampai saya berumur 4 tahun. Beberapa kenangan yang masih saya ingat adalah saya menemukan ice cream favorit pertama saya disana dan membantu orangtua saya merakit sebuah lemari kecil untuk di ruang tengah. Saya juga ingat tentang bebek karet yang sering menemani saya saat mandi.
Pada awal tinggal di Bintaro, saya bersekolah di sebuah playgroup bernama “Si Buyung” yang letaknya lumayan dekat dari rumah saya. Ibu saya bilang, saya sering tidak masuk sekolah dan malah menonton tontonan kesukaan saya waktu itu, yaitu power rangers. Tapi seingat saya kegiatan di playgroup itupun tak lain dari bermain dan menonton. Ibu saya pernah bilang, saat saya pergi ke playgroup, saya selalu ditemani oleh seorang “embak”. Setiap saya berangkat kesana, saya selalu dibekali sebuah apel oleh ibu saya. Sesampai di playgroup, “embak” saya biasanya mengupasi apel saya untuk saya makan.
Saat saya berumur 4 tahun, ibu saya mendaftarkan saya ke TK Pembangunan Jaya, atau biasa disingkat PJ. TK itu juga terletak di Bintaro, tapi lokasinya agak jauh dari rumah saya. Setiap hari, ibu saya selalu mengantar dan menjemput saya sekolah. Di TK itu terdapat beberapa kelas yang disebut “sentra”. Setiap triwulan kami berpindah ke sentra yang berbeda. Setiap sentra mempunyai kegiatan yang berbeda-beda. Saat TK A, sentra yang paling saya suka adalah sentra kebudayaan karena di sentra kebudayaan terdapat banyak alat musik tradisional. Selain itu, TK itu juga menyediakan kegiatan ekstrakurikuler. Ekstrakulikuler yang saya pilih adalah tari tradisional. Biasanya, ekskul tari tradisional latihan di panggung sekolah yang terletak di tengah sekolah. Setiap TK tentu mempunyai taman bermain. Disana, taman bermain TK A dan TK B dipisah. Di taman bermain TK A terdapat miniatur-miniatur tempat ibadah. Saya dan teman-teman saya sering main di dalam miniatur-miniatur tersebut.
Saat saya naik ke TK B keluarga saya pindah rumah. Walaupun masih di kawasan yang sama, tapi saya ingat saya sempat menangis dan tidak ingin pindah. Rumah yang saat itu baru bagi kami agak lebih besar dari rumah yang sebelumnya kami tinggali. Rumah itu adalah rumah yang kami tinggali sampai sekarang. Saat pertama kali saya memasuki rumah itu, entah mengapa saya langsung merasa betah walaupun sebelumnya saya menangis tidak ingin pindah. Saya ingat pertamakali menaiki tangga rumah itu. Saya menaikinya secara perlahan walaupun saya tahu tidak ada siapa-siapa di lantai atas.
Hari pertama TK B saya tidak masuk kedalam sekolah dengan ibu saya, tapi saya masuk sendiri. Padahal anak-anak lain saat itu didampingi orangtua atau babysitternya. Saya kesulitan mencari kelas saya karena saat itu saya belum bisa baca tulis, tapi untungnya ada babysitter teman saya yang mau mencarikan kelas saya. Salah satu hal yang saya suka dari TK B adalah taman bermainnya yang sangat luas. Disana ada berbagai macam mainan. Saya pertamakali mengenali tanaman putri malu di taman itu. TK B menggunakan sistem sentra sama seperti TK A. Di TK B sentra yang paling saya suka adalah sentra teknologi. Disana terdapat berbagai macam mainan elektronik yang belum pernah saya lihat di TK A. Di TK B saya belajar baca tulis. Di rumah, ayah saya pernah mengajari saya membaca jadi saat diajari disekolah saya tidak kesulitan. Salah satu kenangan yang paling saya ingat saat TK B adalah saat saya mimisan ditengah acara dan disuruh pulang. Pada suatu acara di TK, saya sedang bercanda dengan teman saya lalu secara tak sengaja kepalanya membentur hidung saya. Tiba-tiba dari hidung saya keluar darah dan teman saya memanggil guru. Saya akhirnya dibawa ke ruang guru dan hidung saya diberi daun sirih. Setelah itu, ada guru yang menelepon ibu saya dan saya akhirnya pulang.
Bagi saya, tidak disangka masa balita merupakan masa-masa yang mengesankan untuk saya. Kalau bisa, rasanya ingin saya putar waktu dan kembali ke masa-masa itu lagi.
MASA SD
Pada tahun 2002, saya masuk Sekolah Dasar atau SD. Saya masuk ke sekolah yang sama dengan TK saya, SD Pembangunan Jaya. Walaupun sekolahnya sama, tapi SD dan TK letaknya agak berjauhan. SD letaknya lebih dekat dari rumah saya dibandingkan dengan TK.
Sebelum masuk sekolah, orang tua saya mendaftarkan saya ke sekolah musik YPM. Mereka mendaftarkan saya karena saya sering penasaran dan mencoba-coba bermain piano di rumah nenek saya. Akhirnya pun saya les piano disana. Guru saya bernama ibu Soesi Indrawati. Sesosok yang sangat tegas dan disiplin yang kadang membuat saya pada masa itu malas les.
Hari pertama masuk SD, saya agak cemas karena suasana SD jauh berbeda dengan TK. Di kelas 1, saya masuk kelas 1B dengan wali kelas Bu Ani. Minggu ke-2 di kelas 1, kelas kami untuk pertama kalinya mengikuti upacara. Saya saat itu agak bingung karena tidak pernah mengikuti upacara sebelumnya. Saat masuk SD, saya berubah menjadi anak yang kalem dan pendiam. Ibu saya pernah bilang “Kamu waktu kecil cerewet, tapi kok sekarang pendiam”. Walaupun pendiam, selama kelas 1 saya mendapat beberapa teman baru. Saat awal masuk SD, entah mengapa sekolah saya selama 2 tahun hanya menawarkan 2 ekstrakulikuler. 2 ekskul itu adalah pramuka dan drum band. Saya dan beberapa teman saya memilih ekskul drumband. Saya senang ikut ekskul itu, tapi karena pelatihnya bisa dibilang galak, teman saya sering mengajak saya bolos ekskul.
Pada saat saya kelas 2, adik saya lahir. Menjelang kelahiran adik saya, keluarga saya dari bandung datang untuk menemani saya di rumah karena saya yang saat itu berumur 7 tahun tidak bisa ditinggal sendiri di rumah juga sekalian untuk menyambut adik saya. Beberapa hari setelah kelahiran adik saya, orang tua saya akhirnya pulang ke rumah. Saya dan keluarga saya menyambut kedatangan adik baru saya.
Saat saya masuk kelas 6, orang tua saya mulai menanyakan “mau masuk smp mana?”. Saat itu, ibu saya menginginkan saya untuk masuk smp negeri favorit. Saya sebetulnya agak ragu karena saya tidak tahu bagaimana suasana sekolah negeri. Tapi pada akhirnya, nem saya tidak mencukupi untuk masuk ke sekolah negeri pilihan ibu saya, yaitu smpn 19. Saya malah diterima di smp yang terletak tepat disebrang smpn 19, yaitu smpn 11. Karena saya semakin ragu, akhirnya saya memilih sekolah swasta saja.
MASA SMP
Saya masuk SMP pada tahun 2008 di sekolah yang sama juga dengan SD saya. Awalnya ibu saya mendaftarkan saya ke SMP negri, tapi saya lebih memilih sekolah di SMP swasta. SMP dan SD satu gedung, jadi jarak dari rumah ke SD sama dengan jarak rumah ke SMP. Saat masuk SMP, saya merasa tegang dan karena hari itu pertama kali saya mengalami masa orientasi siswa atau MOS. Tapi, selama MOS berlangsung saya tidak takut atau tegang sama sekali karena ternyata MOS tidak seburuk yang saya bayangkan tapi justru MOS lumayan menyenangkan. Setelah MOS, ada pembagian kelas. Saya masuk di kelas 7B dengan wali kelas ibu Lita. Ibu Lita adalah seorang guru IPS. Ibu Lita adalah wali kelas yang sangat baik untuk kelas kami. Dulu, pelajaran IPS adalah pelajaran yang paling saya benci. Entah kenapa saya tidak suka IPS dulu, sampai-sampai nilai saya tak jarang di bawah 7. Salah satu kenangan yang berkesan bagi saya dai kelas 7 adalah saat waktu outbond. Setiap tahun, sekolah kami mengadakan outbond di Bogor. Acaranya 2 hari jadi kami menginap 1 malam di Bogor. Walaupun capek, saya sangat senang outbond disana. Acara outbond yang kami laksanakan setiap tahunnya berlokasi di Bilabong. Sebuah perumahan besar yang jarang penghuninya. Sebenarnya perumahan itu cukup mengerikan bagi saya karena kelihatannya sebagian besar rumahnya tidak ditempati selama bertahun-tahun. Kami menginap di Club House perumahan itu. Tempatnya besar dan nyaman. Di belakang Club House ada kolam renang cukup besar, lapangan, dan tempat bermain untuk anak-anak. Kegiatan-kegiatan outbond sangat melelahkan. Walaupun setelah acara selesai badan saya pegal-pegal, outbond menjadi salah satu kenangan paling menarik.
Selain pada saat kelas 7, tahun ajaran yang tidak terlupakan adalah saat saya naik ke kelas 9. Satu kenangan yang membuat kelas 9 tidak terlupakan adalah G@LAXEE. G@LAXEE adalah kegiatan pentas seni yang diselenggarakan oleh siswa-siswi SMP Pembangunan Jaya setiap tahunnya. Setiap tahunnya, nama G@LAXEE berubah-ubah sesuai angkatan yang menyelenggarakannya. G@LAXEE angkatan kami diberi nama G@LAXEE FINCIVOR. Nama FINCIVOR kami dapatkan untuk nama angkatan kami, yaitu angkatan 15 setelah rapat nama angkatan. Saya mendapat pengalaman yang tak terlupakan dari G@laxee. Untuk mencari dana, sponsor, dan donasi memang sudah terbentuk panitianya tersendiri. Walaupun begitu, kenyataannya susahnya mencari dana dan sponsor terasa oleh satu angkatan, termasuk saya sebagai panitia tiket. Meskipun susah, pada akhirnya dengan kerja keras dan kesabaran dana untuk G@laxee tercukupi. Semua kerja keras satu angkatan rasanya terbayarkan saat hari-H G@laxee. Semuanya berjalan lancar meski sebelumnya kami panitia tiket khawatir tiket tidak akan sold out. Awalnya pada pagi hari, baru sedikit yang datang ke acara kami. Ternyata, makin siang orang yang datang makin ramai. Begitupun seterusnya sampai malam. Saya sungguh senang acara kami berjalan lancar pada saat itu. Banyak hal yang saya pelajari dari G@laxee. Saya dapat belajar untuk berorganisasi, untuk bersabar, untuk tidak menyerah, untuk percaya kepada teman, dan masih banyak lagi. Setelah itu, G@laxee menjadi pengalaman berharga yang tak terlupakan.
Setelah menuntut ilmu di SMP selama hampir 3 tahun, akhirnya saya bersama angkatan saya di SMP melaksanakan UAN. Pada saat mengerjakan UAN, saya agak khawatir dengan nilai saya karena soal yang diberikan agak beda dengan soal-soal try out. Satu lagi hal yang membuat saya khawatir adalah saya takut mengecewakan guru matematika saya yang percaya terhadap saya. “Uannya 10 ya, zahra” itu yang dikatakannya hampir setiap saya bertanya soal masuk SMA dan UN. Tapi pada akhirnya, angkatan kami lulus 100%. Saat pengumuman kelulusan, kami belum diberitahu nilai kami. Beberapa minggu kemudian, angkatan kami mengadakan study tour selama 3 hari di Lembang. 3 hari itu menjadi hari-hari yang sangat berkesan bagi angkatan kami. Setelah berminggu-minggu menanti, akhirnya angkatan kami diwisuda.
Mungkin cerita saya kurang menarik, tapi begitulah kira-kira kisah perjalanan hidup saya selama hampir 15 tahun ini.
0 comments:
Post a Comment