Kisah Hidup Seorang Anak Berumur 14 Tahun
Demira Kania Sasdira adalah seorang pelajar yang saat ini sedang menduduki bangku kelas 10 di SMA Labschool Kebayoran, angkatan 11. Mungkin tidak banyak yang mengenal sosok Demira ini, karena selama masa SMP-nya ia mengganti nama panggilannya menjadi Kania.
14 tahun yang lalu, saat dini hari, tepat pada tanggal 14 Oktober, lahirlah seorang bayi perempuan dari sepasang suami istri yang bernama Bambang Pramujito Said dan Mira Diantri Sudiro. Anak pertama mereka ini dilahirkan dengan berat 3,1 kg dalam keadaan sehat di sebuah rumah sakit yang sangat terkenal; Rumah Sakit Pondok Indah, yang terletak di Jakarta Selatan. Bayi perempuan kelahiran Jakarta ini diberi nama Demira Kania Sasdira.
Selama setahun lebih, Demira tinggal bersama kedua orangtuanya sebagai seorang anak tunggal, namun dengan kelahiran adik laki-lakinya pada tanggal 28 Mei tahun 1998, Demira menjadi seorang kakak. Adik laki-lakinya yang diberi nama Dirsa Deandaru saat ini sedang menduduki bangku kelas 8 di SMPI Al Izhar Pondok Labu, angkatan 19.
Kedua orangtua Demira berprofesi pengacara-advokat dan konsultan hukum, yang memiliki perusahaan suasta sendiri bernama Said Sudiro & Partners. Mira, ibunda Demira, adalah seorang sarjana lulusan Universitas Padjajaran di Bandung, dan Boston University di Amerika Serikat—begitu juga dengan ayahanda Demira, Pram.
Saat ini, Demira tinggal bersama kedua orangtuanya, adik laki-lakinya dan neneknya dari pihak keluarga ibunya di area Kompleks Kostrad, Arteri Pondok Indah, dengan alamat; Jalan Bayuputra, nomor 8, Kompleks Kostrad, Jakarta Selatan. Dapat dikatakan letak tempat tinggal Demira cukup strategis karena sangat dekat dengan pusat perbelanjaan Mall Pondok Indah dan Plaza Pondok Indah, serta sekolah Labschool Kebayoran Baru.
Masa Balita
Selama masa Balita, Demira bisa dikatakan sebagai ‘anak yang labil’. Dari bayi sampai sekitar umur 2 tahun, Demira adalah anak yang sangat pendiam, kecuali pada saat ia menangis. Pada saat ia menangis, maka tangisannya akan terdengar dari lantai 1 sampai lantai 2; sangat keras, namun pada saat ia diam, maka ia akan benar-benar berhenti bergerak dan tidak melakukan apa-apa.
“Kamu tuh dulu kalo lagi diem pasti diem banget, sampe kalo lagi digendong sepupu-sepupu sering dicek masih bernafas atau nggak, soalnya bener-bener nggak ada reaksi! Tante-tante kamu aja banyak yang bilang,
“Eh, anak kamu itu jangan-jangan bisu loh!”, tapi sekarang ternyata enggak kan?” – Pram, ayahanda Demira.
“Dulu tuh pas kamu masih bayi, kalo nangis kenceng banget—bisa ngebangunin satu RT! Kalo nggak Ibu datengin pasti nggak akan berhenti nangisnya.” – Mira, ibunda Demira.
Saat lahir, Demira memiliki rambut yang berwarna merah yang dapat dikatakan cukup tipis. Karena itu nenek dan kakek Demira memutuskan untuk menggunduli kepalanya agar dapat tumbuh rambut yang lebih bagus. Setiap hari neneknya menyalepi kepala Demira dengan sebuah ramuan seledri agar rambut yang tumbuh lebih lebat dan berwarna hitam. Tidak dapat disangkal, memang benar sekarang rambut Demira berwarna hitam dan jauh lebih tebal dibandingkan dengan rambut merah aslinya.
Saat umur 2 tahun, Demira mulai bersekolah di sebuah playgroup yang terletak di daerah Pasar Minggu yang bernama Australian School. Orangtua Demira menyekolahkannya di sekolah ini karena selain dekat dengan rumah kakek dan nenek Demira, juga berstandar internasional. Sejak kecil Demira sudah diajarkan untuk menggunakan Bahasa Inggris.
Setelah lulus dari playgroup, Demira disekolahkan oleh orangtuanya di sebuah taman kanak-kanak yang pada saat itu terletak di daerah Prapanca, yang bernama TK Madania. Alasan mengapa ia disekolahkan di TK tersebut sama dengan playgroupnya; agar dapat menggunakan Bahasa Inggris dengan sangat lancar. Selama masa TK, Demira menunjukan keaktifan yang lebih dibandingkan murid-murid lainnya. Dia tidak bisa diam, dan akan selalu mencari sesuatu untuk dikerjakan.
Semasa TK-nya, Demira sempat berlibur ke Singapur bersama keluarganya dan kakek-neneknya. Ia mengunjungi banyak tempat-tempat wisata di Singapur, seperti Sentosa Island, Orchard Road, Jurong Bird Park, dan menginap di hotel Marriot. Foto dibawah ini diambil saat Demira dan adiknya, Dirsa, sedang bermain dengan kura-kura di Sentosa Island.
Masa SD
Foto diatas diambil saat Demira sedang menyanyikan lagu-lagu Natal dengan teman-temannya yang dipilih oleh sekolah untuk mengikuti paduan suara.
Foto disamping diambil saat Demira dan adiknya, Dirsa, sedang berada di Taman Safari.
Pada kenaikan kelas dari kelas 1 ke kelas 2, orangtua Demira memutuskan untuk menyekolahkan Demira di sekolah internasional yang baru saja buka pada saat itu yang terletak di Simprug, dan bernama Sekolah Bina Nusantara (sekarang nama sekolah tersebut sudah diganti menjadi Binus International School Simprug). Hal ini dikarenakan tenyata program bilingual di St. Bellarminus sudah tidak dipakai lagi, sedangkan Sekolah Bina Nusantara adalah sekolah internasional yang guru-gurunya kebanyakan dari luar Indonesia.
Demira memasuki Sekolah Bina Nusantara sebagai salah satu dari anak-anak yang pertama kali bersekolah disitu. Dia menduduki bangku kelas 2, satu-satunya kelas SD selain kelas 1. Wali kelas Demira selama kelas 2 adalah seorang guru dari Jerman yang bernama Ms. Petra Nyerki. Beliau sama sekali tidak bisa menggunakan Bahasa Indonesia, karena itu semua murid-murid kelas 2 harus menggunakan Bahasa Inggris agar dapat berkomunikasi dengan gurunya.
“Demira is undoubtedly one of the best students of her grade. Basically, the only setback she has is that she needs to reflect on her rash actions, and her runny nose.” – Petra Nyerki, wali kelas Demira.
Pada kelas 3 SD, Ms. Petra yang juga menjadi wali kelas Demira, memilihnya untuk menjadi representatif kelas untuk Young Beez, semacam organisasi siswa yang saat itu baru dibuat untuk membantu orientasi siswa-siswa baru. Dengan ini, Demira memiliki kewajiban untuk datang pada masa orientasi siswa baru, dan memberi tour kepada siswa-siswa baru mengenai sekolahnya.
Foto diatas ini diambil saat Demira bersama dengan kelasnya melaksanakan kegiatan field trip ke Serpong. Di foto ini, Demira adalah satu-satunya yang memakai kacamata hitam.
Saat naik ke kelas 4 SD, Demira memasuki kelas 4B, dimana wali kelasnya adalah seorang guru kelahiran Australia yang bernama Mr. John Roach. Kegiatan-kegiatan Demira sebagai salah satu anggota dari Young Beez tetap berlanjut sampai kelas 5. Selama kelas 4, dapat dikatakan Demira adalah seseorang yang sama sekali tidak memperdulikan penampilannya, dan bertingkah semaunya di kelas. Tidak jarang ia mendapat masalah dengan teman-teman sekelasnya, namun menurutnya kelas 4 ini adalah salah satu kelas favoritnya.
Berikut adalah foto kelas 4B.
Pada tahun berikutnya, Demira naik kelas ke 5C, dengan wali kelas kelahiran Filipina yang bernama Ms. Annabelle Joy Cahala. Pada saat kelas 5, Demira masih sangat aktif dan suka berlari-larian, namun ia sudah sedikit memiliki rasa malu dan mencoba untuk sedikit lebih rapih saat memasuki kelas. Dikarenakan kurikulum internasional Sekolah Bina Nusantara, wisuda kelulusan SD dilaksanakan pada kelas 5, berbeda dengan kurikulum nasional dimana seorang murid dianggap telah lulus SD setelah kelas 6.
Berikut adalah foto-foto saat Demira saat kelas 5 SD.
Berikut adalah foto-foto wisuda SD Demira.
Dikarenakan sudah dianggap lulus SD dari kelas 5, Demira mengalami 2 kali ‘masuk SMP’, pertama saat menduduki bangku kelas 6, dan kedua saat benar-benar masuk SMP. Pada semester pertama kelas 6, Demira berada di kelas 6C dan belajar sesuai dengan kurikulum internasional yang dipakai oleh Sekolah Bina Nusantara. Namun, pada semester 2, Demira dipindahkan ke kelas 6A karena berniat untuk mengikuti Ujian Nasional. Di Sekolah Bina Nusantara, murid-murid diberi pilihan untuk mengikuti atau tidak mengikuti Ujian Nasional. Pada semester 2 sampai dengan Ujian Nasional, Demira belajar sesuai dengan kurikulum nasional dan berusaha untuk mengejar semua pelajaran yang telah tertinggal agar dapat lulus.
Masa SMP
Setelah lulus SD, kedua orangtua Demira memutuskan untuk menyekolahkannya di SMPI Al Izhar Pondok Labu, karena beberapa alasan, salah satunya; kurikulum yang dipakai di Sekolah Bina Nusantara adalah kurikulum internasional, sedangkan untuk memasuki universitas negeri, diperlukan pengetahuan sesuai dengan kurikulum nasional. Demira sangat menentang keputusan orangtuanya untuk memindahkannya ke Al Izhar, karena itu pada awalnya ia menolak untuk bersosialisasi dengan siapapun.
Dikarenakan kebiasaannya untuk berbicara dan menulis dalam Bahasa Inggris, Demira merasa sangat kesusahan untuk bersosialisasi dengan teman-teman seangkatannya, dan bahkan dengan guru pun juga. Ditambah dengan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda diantara sekolah internasional dan sekolah tidak internasional, Demira sama sekali tidak merasa nyaman berada di Al Izhar. Namun, pada akhir semester pertama di kelas 7E, yang wali kelasnya adalah seorang guru matematika yang bernama Pak Ridwan, ia akhirnya sadar bahwa ia harus beradaptasi.
Berikut ini adalah foto kelas 7E.
Demira sadar akan bagiannya dalam angkatan XVII, Perguruan Islam Al Izhar Pondok Labu, dan karena itu mencoba untuk mengharumkan nama sekolahnya dengan mengikuti berbagai macam perlombaan yang melibatkan Bahasa Inggris.
Pada tahun berikutnya, Demira masuk ke kelas 8B yang wali kelasnya adalah seorang guru agama yang bernama Pak Chairiman. Selama di kelas 8B, Demira berusaha untuk berprestasi sebanyak-banyaknya. Dibawah ini adalah foto kelas 8B.
Saat hari pertama memasuki kelas 9D pada tahun berikutnya, wali kelas Demira yang bernama Bu Andi Fatimah, langsung mengingatkan semua murid kelas 9 bahwa Ujian Nasional hanyalah 8 bulan lagi. Selama kelas 9, banyak tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh Demira, dan bisa dikatakan bahwa itu adalah salau satu tahun tersibuknya. Kewajiban untuk menyelesaikan Karya Ilmiah dan drama musikalisasi Bahasa Indonesia pada semester satu membuat Demira tidak mampu untuk memulai persiapan diri Ujian Nasional. Pada semester kedua, kesibukan-kesibukan ditambah dengan pemantapan sampai jam 4 sore, dan persiapan-persiapan lainnya untuk Ujian Nasional, Ujian Praktek, dan Ulangan Akhir Semester.
Berikut adalah foto-foto yang diambil pada masa-masa SMP Demira.
Pada akhirnya Demira merasa bahwa semua kerja kerasnya telah berhasil membawanya ke SMA Labschool Kebayoran.
Dibawah ini adalah foto wisuda SMP Demira.
0 comments:
Post a Comment